Kamis, 19 November 2009

Analisa kepuasan konsumen terhadap pelayanan parkiran motor universitas gunadarma kampus E " metode riset "

NAMA KELOMPOK : FINNA PUSPA KENCANA SARI (102507468)
NUR ANISA EKA UTAMI (10207810)
RAKA FITRI AYU PERDANI
KELAS : 3EA01


HASIL UJI VALIDITAS

ANALISA KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PARKIRAN MOTOR UNIVERSITAS GUNADARMA KAMPUS E

DIMENSI NO JUMLAH BOBOT PROSENTASE KETERANGAN

DIMENSI EMPATI 1 21 70 % VALID
2 29 96,6% VALID

DIMENSI KERESPONSIFAN 1 28 93,3 % VALID
2 28 93,3% VALID
3 22 73,3% VALID

DIMENSI BERWUJUD 1 27 90% VALID
2 28 93,3% VALID

DIMENSI KEYAKINAN 1 28 93,3% VALID
2 24 80% VALID
3 25 83,3% VALID

DIMENSI KEANDALAN 1 25 83,3% VALID
2 29 96,6% VALID
3 29 96,6% VALID
Readmore »

analisis dengan data sekunder dan data primer " METODE RISET "

TUGAS METODE RISET
Nama kelompok :
- finna puspa kencana sari ( 10207468 )
- nur anisa eka utami ( 10207810 )
- raka fitri ayu. P

analisis dengan data sekunder

Judul :
PENGARUH PROMOSI Terhadap PENDAPATAN SALON SHALON

Masalah :
Apakah dengan adanya promosi dapat meningkatkan pendapatan Salon Shalon ?

Tujuan :
Untuk membuktikan bahwa promosi dapat meningkatkan pendapatan Salon Shalon

Metodologi :
Jenis data : kualitatif, berupa angka
Tipe data : sekunder, diambil dari data histories penjualan Salon Shalon
Variable dependen : promosi
Variable independent : pendapatan Salon Shalon

Analisis dengan data primer

Judul :
FAKTOR-FAKTOR yang MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN terhadap RESTAURANT FAST FOOD POPAYES

Masalah :
Apakah kebersihan, kecepatan pelayanan, keramahan, tata letak properties, dan harga adalah factor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan konsumen ?

Tujuan :
Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Restaurant Fast Food Popayes

Metodologi :
Jenis data : kualitatif
Tipe data : primer, dengan melakukan survey menggunakan kuesioner
Variable dependen : kebersihan, keramahan, kecepatan pelayanan, tata letak properties, dan harga
Variable independent : Kepuasan konsumen terhadap Restaurant Fast Food Popayes
Readmore »

Pengalaman Pribadi Aku " OPTIMIS untuk Berubah lebih baik "

Disini saya cuma ingin menceritakan pengalaman pribadi saya,

Dulu aku sekolah dialah satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri, disekolah aku memakai jilbab, dan memakai baju seragam n rok panjang, tapi disana hanya aku sendiri yg memakai seragam n rok panjang, teman-teman ku memakai baju seragam dan rok pendek tapi tetap menggunakan kerudung.

Setelah aku lulus MIN, aku melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri, disana pula aku senag sekali,selain ilmu sosial yg kudapat, ilmu agama yg aku dapat aku semakin kuat.

setelah aku lulus MTSN, teman-teman ku mengajak aku untuk meneruskan ke SMAN saja, tidak melanjutkan ke MAN,, dan teman-teman mempengaruhi aku untuk melepas jilbab dengan alasan gerah dan bosen, akhirnya aku terpengaruh untuk melepas jilbab. Pengaruh negatif semakin banyak, dari mulai diajak untuk ketempat clubbing, bolos sekolah, apa lah,,, tapi disini aku masih kuat dengan prinsip aku untuk tidak akan terpengaruh kearah negatif itu.

Akhirnya, setelah aku lulus SMAN, aku melanjutkan ke Univ.Swasta di Jakarta, aku tetap membuka jilbab, waktu trus berjalan, semester 1 lebih banyak pengaruh negatif yang aku rasakan, dan akhirnya aku terjerumus pengaruh negatif tersebut,, aku ditawarkan untuk mengelola suatu EO...tapi untuk dunia malam/clubbing, 1 tahun aku bergelut didunia itu. aku tidak jauh dari pakaian-pakaian yang membuka aurat alias seksi.
aku mencoba ngerokok, aku mencoba minum,,aku banyak bohong sama orang tua..aku pun sering mendapatkan cowo yang bisa dibilang brengsek atau bajingan yang cuma bergelut dengan yang namanya NAFSU..pokoknya pengalaman kelam banget buat aku.

setelah 1 taun bergelut didunia itu, aku mengalami peristiwa yang sangat aneh yang sempat membuat aku berfikir berulang2,, satu persatu teman menjauhi aku,, mulai dari sahabat dekat aku,, teman kampus ku,, lalu keluarga aku,. dan 1 persatu masalah timbul, mulai dari masalah kecil hingga masalah besar. Mamah ku kecewa banget sama aku, mamah ku ingin aku yang seperti dulu, aku bisa menutup aurat dan dengan kelakuan yang baik. Aku terus berfikir, dan akhirnya aku bisa meninggalkan sedikit demi sedikit kelakuan buruk aku.

Demi semua aku janji akan meninggalkan semua yang buruk yang pernah aku lakuin, akhirnya aku bisa. Tapi untuk menutup aurat lagi, aku susah banget. Aku ga pernah mau lagi untuk memakai jilbab, ternyata mamah selalu berdoa selama ini agar aku bisa berubah dan bisa diberi hidayah dan jalan terbaik sama ALLAH SWT,, waktu terus berjalan hingga aku semester 5 ini, aku ga tau apa yang terjadi sama aku. Aku sempet heran, kaget, bingung.

Tiba-tiba waktu difacebook ada seorang cowok yang ngeadd aku, dan aku confirm, ternyata cowok itu pernah aku liat sebelumnya dikampus aku, kita satu kampus tapi aku tidak begitu kenal dia. Aku mencoba untuk ketemu dia dan mungkin bisa pulang bareng, tapi itu tidak pernah bisa, mungkin disini ALLAH belum mengijinkan kita ber2 untuk ketemu dan pulang bareng.

Tiba-tiba suatu hari pas aku pulang kampus, aku bergegas langsung masuk kekamar mamahku, aku ambil 1 jilbab, dan aku coba memakainya, dan tidak menyangka mamahku masuk kamar aku, dan mamah berkata " kamu sudah niat untuk memakai jilbab?,kalau belum niat dan setengah-setengah lebih baik tidak usah dulu .. " dengan lantang aku menjawab .." aku niat Mah,, aku siap untuk pakai jilbab lagi ", akhirnya besok aku praktikum, aku memakai jilbab kekampus, ku ga tau apa yg terjadi sama aku, hampir semua teman2 aku bingung,heran,takjub, aku bisa berubah 180 derajat, ga da angin ga da apa-apa tiba2 aku perti itu, mungkin aku fikir ini hidayah dari ALLAH SWT, Alhamdulillah respon semuanya positif. Aku senang sekali...

Dan ga lama, tiba-tiba dengan tidak sengaja aku ketemu cowok itu lagi, aku sudah memakai jilbab, ternyata dia punya perasaan sama aku,,hehehe..akhirnya PDKT mungkin ada 1 mingguan coba deket dan akhirnya cowok tersebut menyatakan CINTAnya...^_^
setelah aku jadian sama cowok iytu,aku mencoba kenalin cowok itu ke mamah n papah, akhirnya mendapat respon positif . ALhamdulillah...
dan lebih senangnya teman-teman ku bertambah banyak,,, Ya ALLAH suatu keajaiban buat aku....

Setelah aku berubah 180 derajat menjadi lebih baik, semuanya juga berubah menjadi lebih baik,,Alhamdulillah aku bersyukur bangeettt kepada ALLAH SWT.
ternyata dengan memakai jilbab sebagai seorang muslimah banyak sekali manfaatnya...
Kita lebih bisa dihargain oleh orang, bisa lebih indah di Mata ALLAH SWT.
karena ALLAH berjanji dalam firman-Nya :
" Siapapun yang baik akan ku pasangkan dengan yang baik pula, dan siapapun yang buruk akan ku pasangkan dengan yang buruk pula "
ALhamdulillh aku mendapatkan cowok yang lebih baik lagi dari sebelumnya ^_^

Jangan pernah Pesimis kalau kita memang sudah benar2 jatuh...
Tetap optimis untuk merubahnya lebih baik lagi, dengan benar2 ada niat, usaha dan berdo'a....Insya Allah kita akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi,,,baik dunia maupun akhirat.aminn ^_^

-Sekian cerita pengalaman pribadi saya-
Makasiii......,^_^
Readmore »

Senin, 16 November 2009

Entries tagged as ‘bisnis’

Pusat Perbelanjaan akan lebih marak di luar ibukota @ mesin kasir

Bisnis pusat perbelanjaan diperkirakan kembali marak pada 2010, terutama di luar kawasan Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Saat itu, bisnis properti ritel kembali menggeliat sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia dan memveri peluang investor mendapatkan keuntungan investasi yang berlipat. Menurut Senior Advisor Pusat Studi Properti Indonesia Benyamin Ginting mengatakan, pasokan pusat perbelanjaan di Ibukota pada kuartal II-2008 mulai memperlihatkan titik jenuh. Oleh karena itu, pada 2009 ini diperkirakan beberapa kota di Indonesia akan menjadi tujuan ekspansi pembangunan pusat perbelanjaan. Daerah itu adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Yogyakarta, Solo, Makassar, Samarinda, serta beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Ia menilai, beberapa pengembang ritel tetap akan ekspansi meski penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 20% sepertinya untuk sementara ini tidak menunjukkan pengaruh terhadap penurunan bahan-bahan bangunan seperti semen dan baja konstruksi. “Memang, akan tetap banyak pengembang yang akan mengambil langkah menunggu dan melihat kebijakan pemerintah dalam tiga bulan ke depan. Mereka juga berpikir ulang sebelum menetapkan harga jual propertinya dalam kondisi daya beli masyarakat seperti sekarang,” ujarnya di Jakarta, pekan ini. PT Pancakarya Griyatama (Trivo Group) adalah salah satu pengembang yang tetap melanjutkan proyek mix used, yakni Tangerang City yang berada tepat di pusat kota Tangerang. Setelah membangun Premium Business Park, Trivo Groupakan membangun pusat perbelanjaan yang ditargetkan selesai pada 2010. Pengembang ini menawarkan ruang ritel dengan harga sekitar Rp 42 juta per meter persegi. “Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi daya beli masyarakat yang sedang melemah. Harga ini kemungkinan tetap dipertahankan selama pasar masih belum memperlihatkan gairahnya,” kata Ian Wisan MBA, wakil direktur PT Pancakarya Griyatama. “Jika terjadi peningkatan harga properti sebesar 15-20%, pada 2010 harganya akan menjadi Rp 60 juta per meter persegi. Jadi, tak salah jika banyak pengamat properti menyarankan untuk membeli unit properti sekarang mumpung harganya masih rendah,” tambah Ian Wisan. Stabil Sementara itu, menurut hasil riset Cushman & Wakefield Indonesia selama kuartal IV-2008 menyebutkan, tingkat hunian pada pusat perbelanjaan sewa turun sebesar 1,3% dari angka 2007 menjadi 84,6% pada akhir 2008. Hal itu terutama karena tingkat hunian yang masih rendah pada pusat-pusat perbelanjaan yang baru dibuka. Sementara itu, tingkat hunian pusat perbelanjaan strata-title turun 0,8% menjadi 64,7% pada akhir 2008. Pada akhir Desember 2008, total pasokan kumulatif ruang ritel di Jakarta tercatat sebesar 3.080.100 m2, yang terdiri dari 1.958.000 m2 (63,6%) pusat perbelanjaan sewa dan 1.122.097 m2 (36,4%) pusat perbelanjaan strata-title. Sampai dengan akhir 2009, akan terdapat sekitar 293.100 m2 ruang ritel baru yang masuk ke pasar pusat perbelanjaan di Jakarta. Sebanyak 73,2% (214.600 m2)dari pasokan mendatang datang dari pusat perbelanjaan sewa, sedangkan hanya 26,8% (78.500 m2) merupakan ruang ritel strata-title. Apabila seluruh pasokan mendatang ini diselesaikan tepat pada waktunya, total pasokan ruang ritel di Jakarta akan mencapai 3.403.600 m2 pada akhir 2009. Cushman & Wakefield Indonesia melaporkan, harga sewa ruang ritel premium di lantai dasar pada pusat perbelanjaan di Jakarta tetap stabil dalam mata uang rupiah selama 2008, sedangkan dalam dolar AS turun karena melemahnya nilai tukar rupiah sebesar 14% sepanjang tahun lalu. Dibandingkan dengan akhir 2007, harga sewa dasar ruang ritel rata-rata dalam rupiah naik sebesar 0,9%, sedangkan dalam US$ turun sebesar 13,2%. Pada Desember 2008, harga sewa dasar rata-rata ruang ritel di Jakarta adalah Rp 665.700 per m2 per bulan untuk toko-toko speciality di lokasi-lokasi premium di lantai dasar. Service charge berkisar US$ 9 – 14,5 per m2 per bulan, dengan nilai tukar yang diterapkan Rp 7.000-9.000/US$. Penundaan tahap konstruksi dan pemasaran awal beberapa pusat perbelanjaan baru yang masih dalam tahap perencanaan yang sudah terjadi sejak akhir 2008 diperkirakan berlanjut tahun ini. Namun, tingkat komitmen awal yang tinggi pada beberapa pusat perbelanjaan yang sedang dibangun menjamin tingkat penyerapan ruang ritel pada 2009. “Hal itu akan membuat permintaan kumulatif ruang ritel diproyeksikan tumbuh hampir 9% tahun ini,” demikian tertulis dalam riset itu. Penyewa lokal yang bergerak dalam bidang F&B akan mendominasi aktivitas sewa pusat perbelanjaan, sedangkan penyewa internasional (baik F&B maupun non-F&B) diperkirakan menunda rencana ekspansi mereka. Ian Wisan mengatakan, pihaknya telah menggandeng hipermarket terbesar di Indonesia, Carrefour, untuk mengisi dua level lantai di pusat perbelanjaan yang dipasarkannya. Sementara itu, layanan hotel bintang empat akan ditangani oleh Accor Management. Ia optimisis, pusat perbelanjaan di Tangerang City mampu bersaing karena dilengkapi fasilitas multifunction hall dan meeting room yang terintegrasi dengan kondominium dan hotel. (tk)

Kategori: artikel · bisnis · econimic · grosir · keuangan · ritel · sektor riil · waralaba
Ditandai: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Peluang Bisnis Melalui Internet@Mesinkasir

Januari 24, 2009 · Tinggalkan sebuah Komentar

Penggunaan Internet belakangan Ini semakin banyak diminati oleh banyak orang karena dirasakan semakin banyak manfaatnya dalam meningkatkan kinerja dan efektivitas kerja.internet digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan sekaligus meningkatkan keuntungan mereka.
Lembaga-lembaga pendidikan berlomba-lomba mempromosikan keunggulan lembaganya melalui internet.Hampir semua bidang usaha berusaha memanfaatkan internet untuk meningkatkan daya saingnya dimata konsumen.
Sebaliknya konsumen pun telah memanfaatkan internet dalam memilih produk-produk yang mereka inginkan. Dewasa ini penggunaan internet tidak terbatas hanya untuk mencari informasi saja,tetapi digunakan untuk keperluan lainnya.
Dengan Internet orang yang berada ditempat yang berbeda dan jauh dapat saling berkomunikasi bahkan dapat saling bertemu dan berbicara seolah-olah mereka berada di satu tempat yang sama.Proses semacam ini dapat terselenggara melalui tekhik yang disebut dengan video streaming. Teknologi ini dapat dimanfaatkan misalnya oleh para TKI yang bekerja diluar negeri.Bagi para TKI yang meninggalkan keluarganya untuk bekerja diluar negeri keberadaan internet untuk berkomunikasi menjadikan mereka dapat selalu dekat dengan keluarganya walaupun secara fisik mereka terpisah jauh.
jadi anda tidak perlu heran apabila melihat seorang TKI memanfaatkan internet untuk bertemu dan berkomunikasi dengan keluarganya untuk melepas rindu. Dengan menggunakan tehnik streaming dimungkinkan juga seorang ibu yang sedang berada diluar negeri karena mendapat tugas belajar misalnya memantau perkembangan anaknya yang sedang bersekolah didalam negeri.Internet telah menjadi dunia terasa dekat dan dapat dijangkau oleh semua orang.
Selain itu internet juga sering dimanfaatkan oleh perusahaan atau perorangan untuk mempromosikan produknya.Dengan mempromosikan produknya melalui internet diharapkan dapat memperluas pasar,sehingga bisa mencapai seluruh tempat didunia,sekaligus juga meningkatkan keuntungan bisnisnya.Meskipun pengguna internet masih terbatas tetapi ini akan terus meningkat ditahun-tahun yang akan datang.
Memanfaatkan internet untuk mendapatkan Informasi sudah sangat banyal di jumpai di sekitar kita, tetapi memanfaatkan internet untuk mendapatkan penghasilan mungkin belum banyak yang melakukan walaupun wacana tentang ini sudah banyak yang di bicarakan.
Salah satu peluang bisnis yang di jalankan melalui internet adalah layanan penyediaan informasi digital.ini merupakan suatu bisnis yang sangat menarik dan menantang dan memiliki prospek yang bagus dimasa yang akan datang.
Bisnis ini tidak membutuhkan modal yang besar ataupun proses produksi yang panjang dan rummit yang membutuhkan banyak orang untuk menjalankannya. Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis ini adalah kemauan dan ide yang kreatif.selain itu bisnis ini bisa dijalankan seorang diri dan dikerjakan dari rumah.
Bayangkanlah suatu bisnis yang dapat di jalankan selama 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu.Bayangkan keuntungan yanga akan kita peroleh ketika menjalankan bisnis semacam itu.Bahkan bisnis semacam ini sangat menarik dan menguntungkan,bukan? ini bisa kita dapatkan jika kita menggunakan internet untuk menjalankan bisnis kita tersebut.Bandingkan dengan pekerjaan yang kita jalankan selama ini biasanya hanya berkisar 8-10 jam sehari dan lima hari seminggu. Bisnis ini menjadi semakin besar peluangnya untuk dikembangakan dengan memanfaatkan tehnologi ADSL.Tehnologi ADSL dapat menyediakan akses internet kecepatan tinggi memalui jaringan telepon yang sudah ada dan telah tersambung kerumah-rumah dan kantor-kantor.Dengan jaringan yang sudah ada setiap orang dapat mengakses internet dari rumah dan dapat menjalankan bisnis internet melalui internet dari rumah.maka peluang untuk berbisnis melalui internet menjadi semakin besar dan keuntungan yang bisa didapat dari bisnis ini menjadi terbuka untuk diraih.

Kategori: bisnis · econimic · ukm
Ditandai: , , ,

KIAT MENDAPATKAN EXTRA INCOME BAGI RETAILER@MESINKASIR

Untuk meminimasi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh riteler, maka perlu ditemukan sumber-sumber uang yang dapat digunakan untuk mengurangi beban biaya tersebut.

Untuk memperbesar pendapatan (Income) yang diperoleh oleh suatu bisnis ritel, maka perlu adanya upaya untuk menggali potensi apa saja yang dapat diarahkan untuk menghasilkan pendapatan tambahan tersebut.

Dengan dikelolanya pendapatan tambahan tersebut, maka diharapkan sumber daya yang terbuang menjadi lebih sedikit, sedangkan sumber daya yang lainnya dapat lebih produktif pemanfaatannya.

Untuk mendapatkan pendapatan tambahan maka riteler harus mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dijadikan sumber untuk mendapatkan tambahan income tersebut.

Berikut ini adalah sumber penghasil extra income bagi riteler, yaitu :
Karton/Kardus Bekas
Ujung Gondola
Palet display
Neon Box
Menyewakan tempat bagi tenant
Diskon dan Rabat
Rafaksi
Biaya Pembukaan Toko
Biaya Masuk Item Baru (listing fee)
Check Out Counter
Window Display
Memperpanjang T. O. P.
Tie in promotion
Menyewakan space untuk POP
Counter co-branding
SPG/SPM
Produk gratis untuk racer
Free sampling dan hadiah gratis

Ke-18 sumber pendapatan tersebut merupakan pendapatan tambahan diluar pendapatan dari selisih harga jual dengan harga beli. Karenanya retailer yang mampu mengoptimasikan sumber-sumber ekstra income tersebut akan memiliki tenaga tambahan untuk bertarung memenangkan pasar.

Kategori: artikel · bisnis · econimic · grosir · mesin kasir · sektor riil · waralaba
Ditandai: ,

WARALABA TERBUKTI SURVIVE BAHKAN DI MASA KRISIS @ mesinkasir



Siapa sangka bahwa format waralaba sudah dimulai sejak tahun 200 SM. Pada masa itu sebuah rantai toko makanan di Tiongkok menerapkan konsep distribusi dengan sistem waralaba lisensi produk/merek. Pada tahun 1863 perusahaan mesin jahit Singer di Amerika mulai merintis jaringan waralaba guna mendistribusikan mesin jahit yang diprodukasinya. Selanjutnya Coca Cola menjual waralaba pembotolan pertamanya tahun 1899. Kemudian diikuti oleh dealer mobil dan minyak pada tahun 1910. Namun pertumbuhan waralaba yang sebenarnya baru terjadi pada akhir era 1950-an, yaitu sistem waralaba yang dikenal dengan waralaba format bisnis.
Sampai tahun 1998, cara pendistribusian dengan waralaba diperkirakan mencapai lebih dari 50% dari total penjualan eceran di Amerika Serikat, dan pertumbuhan waralaba sama berhasilnya di negara-negara maju lainnya seperti: Kanada, Inggris, Jerman, dan Jepang. Negara-negara berkembang seperti Meksiko, Indonesia, dan Malaysia juga mendapatkan bahwa waralaba adalah cara yang efektif untuk menciptakan bisnis baru dan meningkatkan kesempatan lapangan kerja.
Di Indonesia sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Contoh format ini misalnya Coca Cola. Perkembangan sistem waralaba yang sebenarnya atau disebut waralaba format bisnis dimulai pada tahun 1980-an. Dalam waralaba format bisnis, franchisee tidak sekedar memproduksi dan menyalurkan produk/jasa, namun juga memperoleh hak penuh untuk mengkloning merek, logo, atribut, desain, tata letak, sistem prosedur operasional dan pemasaran dari franchisor. Contoh format ini misalnya Kentucky Fried Chicken.

Waralaba telah dipilih sebagai cara menjalankan usaha oleh lebih dari 2500 perusahaan di Amerika Serikat, karena terbukti memiliki peluang keberhasilan lebih tinggi dibandingkan format bisnis biasa. Sebagai perbandingan, format bisnis biasa memiliki peluang sukses 35-45 %, sedangkan peluang sukses perusahaan waralaba mencapai 85 – 90 %. Sementara orang berpikir bahwa waralaba hanya terbatas pada industri makanan siap hidang, kenyataan menunjukkan bahwa semua jenis bisnis yang mungkin ada, dapat diwaralabakan. Misalnya hotel, properti, rumah sakit, kursus, binatu, studio foto, minimart, spa, salon, bengkel, apotik, perawatan rambut, bengkel, kantor pos dan wartel/warnet dapat dikembangkan dengan format waralaba.
Perkembangan waralaba di Indonesia masih jauh dibandingkan Amerika Serikat. Dalam hal komposisi antara perusahaan waralaba lokal dengan waralaba asing pun, Indonesia tertinggal jauh. Sebagai gambaran pada tahun 1991 jumlah waralaba lokal mendominasi sampai 78 %, yaitu 21 perusahaan dari total 27 perusahaan. Namun dalam waktu hampir sepuluh tahun jumlah waralaba asing berhasil melampaui waralaba lokal. Sampai tahun 2000 waralaba asing mendominasi sampai 88 %, yaitu 240 perusahaan dari total 270 perusahaan (Manajemen, Desember 2000).
Yang menarik adalah kesuksesan waralaba untuk tetap tumbuh selama krisis moneter di Indonesia. Pada periode 1996 – 1999, usaha waralaba di Indonesia mampu tumbuh sebesar 12,5 %, di tengah pertumbuhan ekonomi nasional dibawah 3 % (Peluang, Juni 2000). Sebagian besar pertumbuhan ini diakibatkan oleh pertumbuhan waralaba lokal.
Pelajaran yang dapat diambil selama krisis moneter adalah, waralaba lokal ternyata mampu mengungguli pertumbuhan waralaba asing. Selisih kurs yang demikian besar antara rupiah dengan dollar, mengakibatkan waralaba lokal memiliki keunggulan kompetitif yang lebih baik untuk dikembangkan saat ini. Sebagai gambaran untuk membuka sebuah minimarket Indomaret dibutuhkan investasi 300-750 juta rupiah, bandingkan jika membeli hak waralaba Disc Go Round dari Amerika, investasi yang dibutuhkan sekitar 1.1 – 1.3 milyar rupiah. Bayangkan jika kita membeli hak waralaba dari merek yang lebih terkenal misalnya McDonald’s yang biaya investasinya bisa mencapai 423.000 – 651.00 USD (Franchise Opportunities Guide, IFA, 1996).

Dari uraian dan fakta diatas jelas terbukti bahwa jika dikelola dengan baik, dan manajemen memahami dengan tepat bagaimana konsep waralaba bekerja; Waralaba lokal ternyata mampu tumbuh dan berkembang seperti halnya waralaba asing. Jika demikian, mengapa belum juga mulai berwaralaba? Mumpung masih banyak pasar yang tak bertuan di bumi pertiwi tercinta ini.

sumber : mitrawaralaba.com

Kategori: artikel · bisnis · econimic · mall · marketing · mini market · ritel · ukm · waralaba
Ditandai: , , , , , , , , , , , , ,

Negara Terancam Rugi Rp 35,75 Miliar@Mesinkasir


Negara berpotensi kehilangan penerimaan sekitar Rp35,75 miliar, hingga akhir tahun 2010 akibat pemberlakuan tarif fiskal ke luar negeri (FLN) yang mulai diterapkan pada 16 Januari 2009 di Bandara Polonia, Medan.

Kepala Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri Bandara Polonia, Mulyanto, mengatakan, ancaman kerugian bisa terjadi karena penumpang pesawat di Bandara Polonia baik WNA dan WNI, yang berangkat ke luar negeri cukup menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan langsung bebas dari pungutan fiskal. Sementara tanpa kebijakan ini, negara bisa mendapatkan Rp 50 juta setiap harinya.

Sementara itu, pada hari pertama pemberlakuan fiskal yakni 16 Januari 2009 di Bandara Polonia, hingga pukul 15.00 WIB terdapat 14 WNI yang tidak memiliki NPWP, dan diharuskan membayar tarif FLN masing-masing sebesar Rp 2,5 juta per orang. Mulyanto menambahkan, “Hingga saat ini, dari 234 penumpang pesawat yang berangkat ke Singapura dan Malaysia, hanya 14 orang yang membayar fiskal, atau totalnya senilai Rp 35 juta.”

Sebelumnya, Kantor Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri Bandara Polonia menangguhkan pemberlakuan tarif FLN bagi WNI, yang tidak memiliki NPWP hingga 15 Januari 2008, untuk melakukan sosialisasi di lingkungan maskapai dan pengguna jasa pesawat udara. (kpl/bar)

Sumber:Kapanlagi.com

Kategori: bisnis · econimic · krisis ekonomi
Ditandai: ,

Lika-Liku Sriboga Menguasai Pizza Hut @ mesin kasir

Nama Sriboga memang kalah populer dibanding Pizza Hut. Tapi tahukah Anda bahwa pemilik restoran pizza terbesar di Indonesia itu adalah Sriboga Raturaya (Sriboga). Pada Juli 2008, Sriboga mengakuisisi 66% saham Pizza Hut Indonesia yang dimiliki oleh PT Recapital Advisory (Recapital), perusahaan private equity. Dengan akuisisi itu, kepemilikan saham Sriboga menjadi 91%. Ya, sebelumnya Sriboga telah memiliki 25% saham perusahaan pelopor bisnis pizza itu. Sementara itu, 9% saham Pizza Hut dimiliki oleh beberapa individu.

Tak banyak yang tahu bahwa keluarga Bustanul Arifin adalah salah satu owner Pizza Hut. Keluarga mantan Menteri Koperasi rezim Orde Baru itu memegang 25% saham Pizza Hut melalui Sriboga. Sisanya, 75% saham Sriboga dikuasai oleh Recapital.

Kalau dilihat dari proses akuisisinya, transaksi Pizza Hut boleh dikatakan sebagai akuisisi internal. Mula-mula Recapital tercatat sebagai pemegang 80% saham Pizza Hut, lalu saham itu diakuisisi oleh Sriboga. Ujung-ujungnya, penyandang dana terbesar di Sriboga ternyata Recapital juga.

Sejarah akuisisi Pizza Hut dimulai pada empat tahun lalu. “Tahun 2004 saya tidak ada niat untuk ikut tender dalam mengambil alih Pizza Hut. Namun, berhubung pemenang tender tersangkut kasus L/C BNI, pihak Schroder Investment Hong Kong membatalkan dan melakukan tender lagi,” jelas Alwin Arifin, presdir Sriboga, yang putra Bustanul Arifin. “Lalu, majulah saya yang di-backup Recapital sebagai silent partner,” imbuhnya. Nah, begitu selesai transaksi, nama resmi pembeli Pizza Hut adalah Recapital.

Menurut Alwin, alasan seretnya modal itulah yang harus melibatkan pihak ketiga. Maklumlah, waktu itu pihaknya butuh dana sangat besar dan Sriboga belum memiliki funding memadai. Pada 2004, Pizza Hut dilego senilai US$ 42 juta. Karena Recapital perusahaan investasi, setelah nilai investasinya meningkat, Pizza Hut dilepas lagi. “Dan siapa lagi yang paling dekat dengan Pizza Hut ini selain kami (Sriboga),” ucap Alwin.

Perubahan kepemilikan ternyata tidak menambah masuknya orang Sriboga ke jajaran direksi Pizza Hut. Hanya satu orang Sriboga saja yang duduk di dewan direksi. Namanya Ade Ferial sebagai direktur keuangan yang menjabat sejak 2004. Namun, ada penambahan jumlah komisaris sejak Sriboga menguasai Pizza Hut, yakni dari satu menjadi tiga komisaris.

Yang menarik, Pizza Hut hanyalah salah satu lini bisnis Sriboga. Selain usaha fastfood itu, rupanya Sriboga dikenal sebagai pemain besar industri tepung terigu, pabrik roti berlabel Prabu, serta perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Rencananya pabrik roti Prabu dan kebun kelapa sawit itu akan di-spin off pada 2009.

Dari ketiga unit bisnis lain, Alwin mengklaim Pizza Hut menjadi tulang punggung perusahaan. “Hingga kini Pizza Hut paling menguntungkan,” ujarnya. Tidak salah jika Alwin berkata demikian. Stephen McCarthy memperkirakan hingga akhir tahun 2008, omset resto di bawah bendera PT Sarimelati Kencana itu mencapai Rp1 triliun. Jumlah itu naik 20% dibanding pencapaian penjualan tahun 2007: Rp800 miliar. Tak mengherankan, jika Pizza Hut akan terus ekspansif karena respons pasar sangat bagus. “Tahun 2009 kita akan buka 195-200 outlet baru Pizza Hut dengan lokasi mayoritas di Jabodetabek,” ungkap Presdir PT Sarimelati Kencana itu. Rata-rata tiap pembukaan gerai baru menyedot dana investasi Rp3–3,5 miliar. Saat ini total outlet Pizza Hut 169 cabang, padahal tahun 2004 cuma ada 84 gerai.

Di luar Pizza Hut, kinerja Sriboga sebagai holding tak kalah bagusnya. Perusahaan yang didirikan tahun 1994, tapi baru membangun pabrik tepung terigu pada 1995 di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang itu memiliki kapasitas terpasang 1.500 ton/hari. Tapi, sejauh ini penggunaan kapasitas baru 70% atau memproduksi sekira 800 ribu bag/bulan. Sebanyak 250 ton/bulan tepung Sriboga diekspor ke Korea, Thailand, dan Pilipina. Sisanya untuk pasar domestik. Bahan bakunya: gandum 100% diimpor dari luar negeri. “Market share Sriboga sekarang sekira 7%, nomor tiga setelah Bogasari (70%),” Alwin mengungkapkan.

Hingga kini Sriboga telah menghasilkan delapan jenis tepung terigu dengan kadar protein yang berbeda-beda. Ada tepung terigu dengan brand Tali Emas, Beruang Biru, Pita Merah, Tali Emas Special, Naga Emas, Naga Biru, Naga Merah, dan Naga Hijau. Produk itu dibeli oleh beberapa segmen pasar: ritel, korporat, dan UKM.

Kategori: artikel · bisnis · econimic · mall · marketing · ritel · sektor riil · waralaba
Ditandai: , , , , , , ,

Teliti Sebelum Membeli Franchise @ mesinkasir

Janji franchisor bisa membukukan BEP dalam waktu singkat jangan langsung dipercaya. Perlu kehati-hatian dalam memilih franchise yang prospektif.

Bisnis harus melahirkan profit. Prinsip itulah yang harus dipegang oleh para franchisee atau pembeli waralaba dalam menentukan pilihannya. Jangan pernah terkecoh oleh manisnya janji-janji para franchisor. Tetapi bukan berarti Anda harus mengedepankan kecurigaan yang berlebihan. Franchise terbukti banyak memberikan keuntungan terhadap para investornya. Hanya saja kejelian perlu dimiliki oleh para calon investor.
Sinyalemen Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar perlu menjadi perhatian para franchisee. Disebutkan, dari 129 franchise lokal, hanya 15%-nya saja yang franchiseable atau memenuhi syarat sebagai franchise. Sisanya belum bisa dikategorikan sebagai usaha franchise tetapi sudah mengklaim sebagai usaha waralaba. Mereka ini baru bisa dimasukkan sebagai business opportunity.
Lalu apa yang harus menjadi pegangan bagi franchisee dalam memilih waralaba? Secara instan, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian para franchisee sebelum membeli sebuah usaha franchise. Pertama, usaha yang difranchisekan tersebut harus sukses dahulu. Bagaimana membuktikannya? Sebuah usaha franchise bisa dikategorikan sukses dapat dibuktikan dengan neraca keuangan rugi laba. Bisa juga dibuktikan dengan kasat mata lewat jumlah customer, misalnya antrian pelanggan di counter usaha tersebut.
Kedua, usaha tersebut memiliki keunikan atau differensiasi. Kunikan yang dimiliki usaha tersebut untuk membedakan dengan usaha-usaha lainnya yang sejenis di industrinya. Mengapa keunikan ini penting? Karena keunikan ini menjadi nilai tambah yang akan menjadi daya tarik bagi customer. Keunikan bisa ditentukan dari produknya, bisa juga lewat layanannya. Sekedar contoh, gado-gado yang menambah bumbunya dengan kacang mede akan berbeda dengan bumbu kacang tanah saja. Jadi, tambahan kacang mede tersebut akan menambah nikmat rasa bumbu gado-gado. Itulah keunikan atau differensiasi.
Lainnya yang juga penting diperhatikan oleh para franchisee adalah usaha franchise yang ditawarkan tersebut harus mempunyai sistem dan standar operasional yang baku. Konsep ini pun implementasinya harus sudah teruji di lapangan, tidak hanya sekedar teori. Maka, tidak salah jika calon investor mencoba untuk mengenal dapur operationalnya secara dalam.Yang tidak kalah penting, franchisee juga perlu mengenal program pemasaran dari franchisor. Program pemasaran ini berkaitan erat dengan masa depan usaha menghadapi tingkat persaingan di industrinya. Program pemasaran franchisor tidak bisa diabaikan begitu saja karena menyangkut upaya untuk meningkatkan awareness dan image brand dari waktu ke waktu.

Investigasi
Sekali lagi, kehati-hatian menjadi factor penting bagi franchisee dalam memilih franchise untuk menghindari kegagalan di masa depan. Sekarang ini, perkembangan usaha franchise sangat pesat dan terus tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Tetapi, data yang ada menunjukkan peluang sukses waralaba baru 60%. Fakta tersebut kalah jauh dibandingkan dengan di Amerika yang peluang suksesnya di atas 90%. Karena itu, franchisee perlu melakukan investigasi terhadap usaha yang diliriknya sebelum memutuskan untuk membelinya.
Investigasi yang perlu dilakukan para franchise menyangkut, pertama, kredibilitas dan akuntabilitas franchisor serta bisnis franchise-nya. Mengapa ini perlu dilakukan? Setidaknya untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti bahwa usaha yang akan dibeli itu bisa diandalkan. Caranya, periksa reputasi perusahaan tersebut dan nama-nama pemegang sahamnya. Para franchisee bisa mengusut dan menanyakan siapa para CEO-nya, latar belakang mereka dan bagaimana komitmen mereka terhadap usahanya itu. Jika mereka termasuk yang hit and run, sebaiknya ditinggalkan saja.
Kedua, Franchisee juga perlu mengetahui secara jeli struktur organisasi dari perusahaan franchise dan fungsi dari bidang masing-masing. Kenapa ini perlu? Perusahaan yang tidak solid, sudah pasti tidak akan bisa bertahan lama. Nah, kekompakan sebuah perusahaan bisa dilihat dari struktur organisasinya dan staf-stafnya yang mengisi pos masing-masing bagian. Mereka yang mengisi pos-pos di setiap bagian struktur organisasi tersebut yang akan membantu dan memberikan support kepada para franchisee. Jika tidak solid dan tidak kapabel, bagaimana mungkin bisa memberikan advice kepada para franchisee.
Ketiga, jangan hanya mengandalkan investigasi dari luar, lakukan juga dari dalam perusahaan franchisor. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengukur klaim yang dilakukan franchisor kepada para investornya. Caranya, datangi perusahaan franchisor, amati suasana dan keadaan di perusahaan tersebut. Cobalah berbicara dengan para staf di perusahaan tersebut untuk mengetahui sistem bantuan yang akan diberikan nantinya.
Keempat, cari tahu siapa saja para franchisee dari usahan tersebut dan berdialoglah dengan mereka. Sebab, dari mereka ini informasi bisa didapat lebih objektif, sekaligus untuk mendapatkan data penjualan dan kemungkinan keuntungan yang bisa diraih. Jika ada mantan franchisee dari usaha ini, perlu juga dikejar untuk mengetahui sebab-sebab pemutusan hubungan.
Kelima, bandingkan dengan dua atau tiga usaha franchise sejenis atawa kompetitornya untuk mendapatkan perbandingan yang lebih objektif sebelum memutuskan membelinya. Bisa jadi, punya kompetitor usaha franchise tersebut jauh lebih baik.
Terakhir, cari second opinion dari sang ahli atau para konsultan franchise sebelum memutuskan membeli waralaba. Pendapat para ahli ini bisa menjadi panduan paling sempurna untuk menghindari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, baik menyangkut hukum, brand peruahaan maupun peluang bisnisnya.

Sumber : www.majalahfranchise.com

Kategori: artikel · bisnis · econimic · grosir · keuangan · mall · marketing · mesin kasir · ritel · sektor riil · ukm · waralaba
Ditandai: , , , , , , ,

Ekonomi RI TUmbuh 0,6 %@Mesinkasir

INILAH.COM, Jakarta – Bank Dunia akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2008 dari 6,4% menjadi sekitar 6,0% akibat perlambatan ekonomi AS.

Namun hal itu diperkirakan tidak akan mempengaruhi pencapaian target penurunan kemiskinan pemerintah.

“Itu masih pertumbuhan yang baik. Proyeksi 6,0%, yang didorong membaiknya kebijakan makro ekonomi, terutama kebijakan fiskal. Dan penurunan itu cukup tipis karena hanya dari 6,4% menjadi 6,0%,” kata Country Director Bank Dunia untuk Indonesia Joachim von Amsberg di Jakarta, Selasa (25/3).

Ia menambahkan, level 6,0% masih memungkinkan penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan, meskipun tidak secepat level 7% – 8%.

Pertumbuhan 6,0% masih cukup bagus untuk Indonesia di tengah ekonomi global yang sedang terguncang,” jelasnya.

Ditanya apakah pertumbuhan bisa lebih tinggi dari level itu jika pemerintah bisa memanfaatkan momentum tingginya harga komoditas, von Amsberg mengatakan, jika pemerintah bisa memanfaatkan momentum kenaikan harga produk komoditas global, maka pemerintah akan punya ruang untuk menambah subsidi yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan publik.

Ia menambahkan, saat ini ada tiga langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, yaitu memperbaiki iklim investasi, mempermudah akses pendidikan, dan sistem jaring pengaman sosial yang efektif dan tepat sasaran.

“Jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan di atas 6,0%, maka Indonesia harus bergantung pada tingkat investasi yang tinggi baik, pemerintah atau swasta,” tuturnya.[*/L2]

Sumber berita:inilah.com

Kategori: artikel · bisnis · krisis ekonomi · sektor riil · ukm
Ditandai: ,

Break Even Point di Franchise Bisa Dipercepat @ mesinkasir



Setiap pelaku usaha menginginkan secepatnya meraih untung. Karena sejatinya, itulah tujuan bisnis. Adakah cara meraih untung yang cepat sehingga bisnis yang dimulai bisa meraih BEP dalam waktu singkat?
Salah satu performa bisnis franchise yang selalu dipertanyakan oleh para franchisee sebelum membeli hak waralaba, biasanya menyangkut berapa lama bisnis tersebut bisa BEP (break event point). Poin ini sangat wajar dipertanyakan, karena setiap pebisnis punya motivasi yang sama, yakni meraih untung. Apalagi di bisnis franchise, sebisa mungkin harus terukur seperti kapan BEP-nya. Jika tidak, siapa yang mau membeli franchise.
Namun, adakah cara yang bisa mempercepat BEP dalam waktu yang lebih singkat? Menurut Tung Desem Waringin, semua bisnis, semua outlet franchise sangat mungkin untuk bisa meraih BEP secara cepat. Tetapi, ada beberapa tahapan dan persyaratan yang harus diperhatikan. Motivator bisnis yang biasa dipanggil TDW itu menyarankan pelaku bisnis untuk memperhatikan dua tahapan.

Tahap pertama, sebelum membeli franchise. Pada tahap ini, pelaku usaha harus mengamati beberapa hal. Pertama, bisnis yang dijalankan layak tumbuh. Di sini, franchisee harus jeli melihat model atau induk bisnisnya. Jangan hanya percaya pada pernyataan franchisor bahwa bisnis tersebut sangat menjanjikan. Sebab, tidak jarang para pelaku usaha yang langsung memfranchisekan usahanya sebelum meraih BEP. Kalau sudah begini, bagaimana mungkin franchisee bisa menjalankan secara menguntungkan kalau franchisornya saja tidak mampu membuktikannya.
Jika BEP franchisor diperoleh dari menjual hak waralaba, bukan dari kinerja produknya, hal itu bukan bukti bahwa bisnis tersebut menjanjikan. Karena itu, sebuah bisnis harus berjalan sekitar 4-5 tahun sebelum difranchisekan. Cara ini untuk membuktikan bahwa bisnis tersebut sudah BEP dan sustain sebagai ukuran untuk mengestimasi kemungkinan waktu BEP yang bisa diraih oleh para investor (franchisee).
Mengapa hal ini penting? Karena bisnis yang dirancang tidak selalu harus berhasil. Menurut TDW, kemungkinan sebuah bisnis tidak berhasil di tahun pertama sangat besar. Dari 100 bisnis yang muncul, 80% mengalami kegagalan di tahun pertama. Sisanya yang 20%, itu pun tidak 100% akan berhasil. Dari yang 20% itu, 80%-nya akan mati juga di tahun keempat. Sehingga di tahun kelima, yang bisa sustain hanya 4%. Disinilah pentingnya para franchisee harus melihat masa bertahannya sebuah bisnis.

Kedua, tungguin outlet franchisornya seharian. Cara ini untuk melihat bagaimana mereka (franchisor) menjual produknya dan untuk mengukur tingkat laku dan tidaknya produk yang dimiliki franchisor. Dalam hal ini, franchisee harus benar-benar waspada, jangan sampai hanya melihat kinerja penjualan produk di atas kertas saja. “Tongkrongin. Jadi harus lebih waspada, tidak sekadar hitungan di atas kertas saja. Lihat juga trennya slama 3 tahun, tahan atau tidak,” kata TDW.

Ketiga, lihat pula sistem marketingnya. Menurut TDW, franchise yang bagus dan teruji adalah yang grafik ketika memulainya tinggi dan ramai lalu setelah itu stabil. Stabil karena bisnis tersebut sudah punya sistem untuk menggedor pasar ketika opening outlet-nya.

Pada tahap kedua, yakni setelah terlanjur beli franchise. Di sini franchisee bisa melakukan upaya untuk mempercepat BEP. Ada beberapa cara yang disarankan oleh TDW, diantaranya, pertama, marketing revolution. Langkah pertama ini agar bisnis ramai diminati konsumen. Dalam melakukan marketing revolution ini pelaku usaha harus fokus pada tiga hal yang disederhanakan menjadi USP, yakni:

1. Unlimited advanted (nilai tambah). Nilai tambah bisa berupa harga murah, parkir gratis dan juga hal-hal yang bisa membuat konsumen penasaran.
2. Sensational offer. Yakni tawaran yang lebih menggiurkan kepada konsumen untuk melakukan aksi pembelian. Contohnya seperti yang dilakukan Lion Air dengan program: “Terbang dengan Lion Air, pulang bawa BMW”. Nah, Sensational offer ini menurut TDW ada tiga, yakni hadiah, diskon dan limit. Limit mengundang rush. Dengan begitu, BEP bisa dengan cepat diraih.
3. Powerfull promise. Misalnya dengan memberikan garansi yang luar biasa.

Kedua, berikan penawaran yang konsumen tidak bisa menolaknya. Ketiga, copywriting yang harus mengena dengan target market. Keempat, gunakan 12 jurus yang cukup ampuh dan sangat mengena terhadap market, yaitu, press release publishity, reference, endorshment, iklan utamakan dengan barter, direct sales, direct agent, direct mail, house benefesary/ada induknya, telemarketing, joint venture, canvasing/pameran dan seminar.

Menurut TDW, cara-cara untuk mempercepat BEP tersebut tidak sulit. Kuncinya, harus bisa jualan. Dan itu harus mengikuti konsep yang disebut TDW sebagai marketing revolution. “Sangat gampang,” kata penulis buku Financial Revolution tersebut.
Kuncinya, tandas TDW, terletak pada marketing, kontrol dan SDM. Tiga hal ini menjadi satu kesatuan. Untuk mengukur SDM itu baik, bisa dilihat dari produktifitasnya yang harus terkait langsung dengan penghasilannya. “Tanpa kecuali, semua jenis usaha bisa mempercepat BEP. Syaratnya yang tadi saya ungkapkan,” tandasnya.
Marketing
Namun, jika produknya tidak mendukung, sistem marketingnya tidak jalan dan sales-nya tidak punya passion, akan menjadi kendala bagi bisnis yang dijalankan untuk meraih BEP secara cepat.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia
majalahfranchise.com

Kategori: artikel · bisnis · econimic · grosir · kredit · krisis ekonomi · marketing · mini market · ritel · ukm · waralaba
Ditandai: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Sunset Policy diperpanjang hingga akhir Februari @ mesin kasir

Jakarta (ANTARA News) – Pemerintah memperpanjang program “sunset policy” hingga 28 Februari 2009 untuk merespon antusiasme wajib pajak (WP) untuk memanfaatkan fasilitas hapus sanksi pajak yang seharusnya berakhir pada 2008.

“Sekarang ini banyak WP yang merasa kecewa atau bahkan marah karena tidak terlayani,” kata Dirjen Pajak, Darmin Nasution di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, perpanjangan sunset policy hingga 28 Februari 2009 hanya menyangkut WP lama yang sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebelum tahun 2008. Sedangkan bagi yang baru mengurus di tahun 2008, diberi waktu lebih lama hingga 31 Maret 2009.

Alasan perpanjangan, menurut Darmin, antara lain karena pemerintah mencermati besarnya antusiasme masyarakat dalam memanfaatkan sunset policy.

Antusiasme masyarakat terlihat sejak awal Desember 2008. Sebelum Desember, warga yang mengurus NPWP rata-rata hanya 7.000 hingga 8.000 orang per hari, namun pada Desember, meningkat menjadi 50.000 hingga 100.000 orang per hari.

Ditjen Pajak sebenarnya sudah menetapkan standar operasi dan prosedur (SOP) terkait pemanfaatan sunset policy, namun karena jumlah WP sangat banyak, maka petugas pajak kewalahan. Saat satu WP belum selesai dilayani, sudah datang lagi WP lainnya.

“Di sini ada banyak penumpukan permintaan di mana aparat kita di lapngan minta waktu untuk memprosesnya, karena antusiasme yang sangat tinggi maka banyak yang kecewa bahkan marah karena tidak dilayani,” jelasnya.

Menurut dia, pemerintah menghargai masyarakat yang bersusah payah memanfaatkan fasilitas sunset policy sehingga mereka mengalokasikan waktu lebih lama melakukan pengurusan di kantor pajak.

Melihat antusiasme itu, pemerintah menyimpulkan bahwa jika diberi perpanjangan, maka basis pajak orang pribadi nasional akan semakin kuat sehingga dampak fluktuasi kegiatan bisnis yang akan terjadi, dapat diredam.

Hal itu karena penerimaan pajak dari WP orang pribadi relatif lebih stabil
dibanding perusahaan.

“Misalnya kalau penjualan perusahaan turun, maka laba turun sehingga pembayaran PPh badan dan PPN juga turun, sementara kalau perorangan, pengaruhnya lebih lambat,” katanya.

Ia menyebutkan, terkait perpanjangan program sunset policy itu, pemerintah tengah menyusun dasar hukumnya dan diharapkan dapat diselesaikan secepatnya.(*)

Kategori: artikel · bisnis · econimic · keuangan
Ditandai: , , , , , , , ,


Readmore »

Konsumen GLOBAL

Konsumsi lintas benua bukan barang baru. Perdagangan sutra, batu permata, candu, dan rempah-rempah antarbenua mencakup masa berabad-abad. Penjajahan Eropa di Nusantara didorong permintaan konsumen Eropa akan rempah-rempah Maluku.

Seandainya pemerintahan kolonial Hindia Belanda ibu kotanya di Ambon, bayangkan wajah Indonesia masa kini. Anak-anak muda dari Sumatera dan Jawa akan berlomba mencari kesempatan bersekolah atau bekerja di Indonesia Timur. Sebagian pulau di Indonesia Barat dijadikan tempat pembuangan tahanan politik.

Ariel Heryanto

Namun nyatanya, tuan-tuan Eropa itu cabut dari Maluku, menuju Jawa lalu mendirikan Batavia. Mengapa? Pasalnya, yang mereka cari tidak ada di Nusantara melainkan di Eropa. Permintaan konsumen beralih dari rempah-rempah ke gula, tembakau dan kopi. Tuan-tuan Belanda butuh tanah subur serta tenaga buruh dalam jumlah besar-besaran dan murah, untuk membuka perkebunan kopi, tebu dan tembakau. Semua itu berlimpah di Jawa dan Sumatera, maka berpindahlah mereka.

Walau bukan barang baru, konsumsi global mengalami perubahan besar-besaran dalam beberapa dekade terakhir. Ruang dan waktu dunia menciut. Sampai tahun 1950-an hanya beberapa gelintir orang Indonesia yang berkesempatan berkunjung ke Eropa atau Amerika Serikat. Dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sekali jalan, dan hanya lewat laut. Bila orang ini pulang ke Indonesia, dia asyik menceritakan keajaiban negeri-negeri asing itu. Yang diceritakan hanya bisa dibayangkan pendengarnya di kampung sampai bertahun-tahun atau seumur hidup.

Di tahun 1970-an ribuan orang Indonesia setiap tahunnya mondar-mandir ke Eropa atau AS. Cuma perlu satu setengah hari untuk sekali jalan melalui udara. Bila mereka pulang, apa yang diceritakan di kampung halaman segera basi, karena berbagai hal yang diceritakan itu sudah tersebar di Tanah Air. Entah itu industri hiburan, perhiasan, pasar swalayan, perabot rumah, ataupun gaya bercinta.

Di tahun 1960-an, di Indonesia banyak penggemar musik Frank Sinatra, Ricky Nelson, Pat Boone, Elvis Presley, Nat King Cole atau Connie Francis. Musik mereka hanya bisa dinikmati lewat radio atau piringan hitam yang harganya aduhai. Wajah para penyanyi itu hanya bisa dipandang lewat foto di tembok kamar atau etalase toko.

Sejak tahun 1970-an, anak muda Indonesia terbiasa menonton konser penyanyi tenar dari mancanegara di Jakarta. Sebagai peristiwa sejarah, pentas Beyonce Knowles minggu lalu di Jakarta sangat biasa. Seperti halnya ayam goreng KFC, atau piza dari Pizza Hut.

Apakah runtuhnya batas ruang dan waktu global ini berarti bersatunya warga dunia berkat pola konsumsi mereka? Bukankah mereka semakin mirip dalam hal sepatu dan busana yang dipakai; musik yang didengar; film yang ditonton; buku dan majalah yang dibaca; bunyi panggilan telepon seluler mereka; ataupun tempat hiburan dan berlibur yang mereka kunjungi? Jawabnya, tidak. Berikut tiga alasannya.

Pertama, perilaku konsumtif membentuk kotak-kotak pemisah baru berdasarkan perbedaan ekonomi, melintasi batas teritorial negara dan bahasa. Sebagian anak muda Jakarta bisa saja sangat mirip dengan rekannya di Sydney, Delhi, Toronto atau Shanghai dalam menu makan, merek celana dalam, musik di iPod, atau olah raga kesukaan. Akan tetapi, kehidupan anak-anak muda kota di Jakarta ini sangat kontras dari rekan sebangsa di kampung Jakarta yang selalu kebanjiran di musim hujan dan kebakaran di musim panas. Apalagi mereka yang sebagian besar masa mudanya dihabiskan di sela-sela rimba Kalimantan dan laut lepas di Indonesia Timur.

Kedua, perbedaan sosial dalam hal konsumsi tidak dibentuk semata-mata oleh perbedaan daya beli. Popularitas animie dari Jepang dan film seri dari Korea Selatan telah mengungguli dan menggantikan dominasi film Hollywood dan acara televisi dari AS di kalangan kelas menengah kota Asia. Namun, tidak di luar Asia.

Ketiga, semakin lama perilaku konsumsi menyangkut nilai simbolis ketimbang nilai jual atau nilai pakainya. Sekitar 30 tahun lalu orang Asia berusaha mengonsumsi barang mewah untuk menegaskan identitas sebagai anggota kelas menengah, kosmopolitan global, atau elite terdidik.

Semakin lama, identitas dan status mereka tidak ditentukan oleh kepemilikan atau pemakaian barang mewah, melainkan oleh cara memiliki atau memakai barang-barang itu. Singkatnya, identitas mereka ditentukan oleh kemahiran bertutur, berwacana, membuat pernyataan publik tanpa kata-kata tetapi dengan gaya hidup.

Sepotong T-shirt bisa dibuat dari bahan murahan. Toh, pesan gambar dan aksara yang dipasang di kaus itu mencerminkan tinggi-rendahnya nilai sosial, politik atau moral. Mencerminkan corak dan tinggi-rendahnya selera serta status sang pemakai. Hal yang sama berlaku untuk anting-anting di telinga pria. Juga, ukuran pinggang perempuan.
Semua ini bukan komoditas kebendaan yang nilainya diukur secara moneter, dan dijual mahal di pasaran. Ini persoalan kesadaran dan selera yang membedakan status warga konsumen dunia. Sedikit-banyak ini ditentukan oleh lingkungan pergaulan mereka dan pendidikan di luar sekolah.

Penulis adalah dosen Universitas Melbourne, Australia, sedang menyiapkan sebuah buku mengenai kebudayaan populer di Indonesia.

http://swamediainc.com/consumunity/?p=98


Readmore »

perilaku konsumen lintas budaya : sebuah tinjauan Internasional

Dalam pengujian terhadap faktor-faktor psikologi, sosial dan budaya, secara konsisten ditemukan bagaimana lapisan yang beragam pada masyarakat Amerika secara umum mengkonsumsi barang-barang yang beragam pula. Jika keragaman konsumsi tersebut banyak terjadi di antara segmen-segmen yang berbeda pada satu kumpulan masyarakat, maka akan terjadi lebih banyak lagi keragaman konsumsi pada dua atau lebih kumpulan masyarakat. Agar dapat berhasil, para pemasar harus mengerti sifat alamiah dan ukuran-ukuran perbedaan diantara konsumen-konsumen dari masyarakat yang berbeda-perbedaan“lintas budaya”-sehingga mereka dapat mengembangkan strategi pemasaran terarah yang efektif untuk digunakan di setiap pasar asing yang diinginkan.

Sudut pandang pemasaran global menekankan pada kemiripan-kemiripan konsumen di seluruh dunia dan strategi pemasaran lokal menekankan pada keragaman konsumen di negara-negara yang berbeda serta orientasi budaya mereka yang spesifik. Para pemasar seharusnya menyadari serta mempunyai sensitifitas terhadap kemiripan-kemiripan dan perbedaan-perbedaan lintas budaya yang dapat memberikan kesempatan perluasan pemasaran serta kesempatan memperoleh keuntungan. Para pemasar multinasional harus siap untuk membuat bentuk pemasaran yang spesifik di setiap negara yang mereka tuju.

Arti Penting Menjadi Multinasional

Saat ini, hampir seluruh perusahaan bisnis raksasa memasarkan produk-produk mereka diluar batas-batas negara asalnya. Faktanya, yang hangat dibicarakan saat ini oleh mereka, bukanlah apakah kita akan memasarkan produk ini di negara lain, melainkan lebih kepada bagaimana kita akan memasarkannya (sebagai produk yang sama dengan kampanye iklan “global” yang sama). Karena kecenderungan pelaksanaan secara multinasional, maka kegiatan pemasaran saat ini memiliki istilah-istilah baru seperti glocal, yang merujuk pada perusahaan yang melakukan dua tipe pemasaran, lokal dan global; yaitu bahwa perusahaan tersebut dalam usaha pemasarannya memadukan antara standarisasi dan elemen-elemen lokal untuk mengamankan keuntungan dari kedua strategi pemasaran tersebut (lokal dan global).

Usaha Uni Eropa (UE) untuk membentuk sebuah pasar tunggal, memberi arti khusus bagi tantangan ini-pemasaran global dan lokal-. Kesepakatan Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang saat ini terdiri dari negara USA, Kanada dan Meksiko menyediakan akses pasar bebas terhadap lebih dari 400 miliar konsumen. Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara yang sedang berkembang (ASEAN) membentuk wilayah pasar bebas ASEAN (AFTA) untuk mempromosikan perdagangan regional mereka

Banyak perusahaan yang mengembangkan berbagai strategi untuk mengambil manfaat dari pasar bebas yang ada ini serta beragam kesempatan ekonomi lain yang sedang berkembang. Starbuck telah membuka sebuah toko di dalam Kota Terlarang di Beijing, Cina, and MTV Networks telah membentuk kerjasama dengan @Japan Media untuk membangun Saluran TV musik 24 jam berbahasa Jepang yang baru.

Bermacam alasan yang menyebabkan perusahaan-perusahaan menjual produk mereka keseluruh dunia. Pertama, banyak perusahaan yang telah mempelajari bahwa ketika pasar dalam negeri telah matang, maka satu-satunya kesempatan terpenting untuk kelangsungan masa depan perusahaan diwakili oleh pasar luar negeri. Kenyataan ini mendorong mereka untuk memperluas batas-batas mereka dan mencari konsumen yang tersebar di seluruh dunia. Terlebih lagi, konsumen diseluruh dunia, cenderung gemar mencoba produk-produk “asing” yang terkenal di tempat yang jauh dan berbeda.

MEMPEROLEH EKSPOS DARI KULTUR LAIN

Dengan banyaknya kontak yang dilakukan konsumen dengan barang-barang dan gaya hidup dari orang-orang yang tinggal di bagian dunia yang lain, mereka mempunyai kesempatan untuk mengadopsi cara dan produk mereka. Sebagian besar pengamatan konsumen terhadap budaya yang berbeda cenderung timbul dari inisiatif mereka sendiri -perjalanan mereka, tinggal dan bekerjanya mereka di negara asing, atau bahkan perpindahan mereka ke negara yang berbeda.

Sebagai tambahan, konsumen dapat memperoleh ”selera” terhadap kultur yang berbeda dari kontak mereka dengan film asing, teater, seni dan artefak dan, yang paling pasti, dari pengamatan mereka terhadap produk yang berbeda dan tidak familiar di kultur mereka sendiri. Kategori tambahan tersebut di atas, seringkali digunakan oleh pemasar untuk mencari dan mengembangkan pasar mereka dengan membawa produk-produk baru, layanan, cara, ide dan pengalaman kepada konsumen potensial yang berada di negara yang berbeda serta memiliki sudut pandang budaya yang berbeda.

EFEK NEGARA ASAL

Ketika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian, mereka mungkin akan sampai pada pertimbangan akan asal negara produk yang mereka pilih. Para peneliti menunjukkan bahwa konsumen menggunakan pengetahuan mereka tentang dimana produk tersebut di buat sebagai evaluasi pilihan pembelian mereka. Efek negara asal ini muncul karena konsumen seringkali sadar bahwa nama perusahaan atau merek tertentu berhubungan dengan negara tertentu.

Secara umum, banyak konsumen menghubungkan Perancis dengan anggur, mode busana, dan parfum serta berbagai produk kecantikan yang lain; Itali dengan pasta, perancang busana, furnitur, sepatu dan mobil sport; Jepang dengan kamera dan konsumen elektronik; dan Jerman dengan mobil, alat-alat perkakas, dan permesinan. Terlebih lagi, konsumen cenderung mempunyai sikap atau kegemaran bahwa barang tertentu harus dibuat di negara tertentu. Sikap ini bisa berdampak positif, negatif atau netral tergantung pada persepsi atau pengalaman. Sebagai contoh, seorang konsumen pada suatu negara mungkin akan memberi nilai positif bagi suatu produk yang di buat di negara lain (contohnya, konsumen Amerika kelas atas akan beranggapan bahwa sebuah tas tangan Prada Itali atau sebuah jam Rolex Swiss adalah investasi yang berharga). Berlawanan dengan kosumen lain yang mungkin akan terpengaruh secara negatif ketika dia mengetahui DVD player yang sedang dia pertimbangkan untuk di beli di buat di negara yang tidak dapat diasosiasikan dengan barang elektronik yang bagus, seperti DVD player yang dibuat di Itali. Efek negara asal seperti ini berpengaruh pada bagaimana konsumen merangking kualitas dan merek mana yang akhirnya mereka pilih. Walaupun demikian, penelitian terbaru mengatakan bahwa ketika motivasi membeli mereka sedang tinggi dan ketika model spesifik produk tersebut sedang mereka evaluasi (seperti menolak serangkaian produk yang di buat di negara tertentu), penilaian mendasar konsumen akan informasi negara asal mungkin agak berkurang.

Sebagai tambahan terhadap persepsi tentang pemikiran suatu produk berdasarkan negara pembuatnya adalah bahwa beberapa konsumen mungkin meghentikan pembelian suatu produk dari negara tertentu disebabkan oleh perasaan benci mereka terhadap negara tersebut. Sebuah penelitian tentang isu ini menemukan bahwa konsumen yang animositi-nya (perasaan bencinya) tinggi di RRC memiliki lebih sedikit produk Jepang daripada konsumen yang animositi-nya rendah (pada perang dunia ke-2, Jepang menjajah sebagian wilayah Cina). Meskipun beberapa konsumen Cina mungkin memutuskan bahwa Sony adalah merek berkualitas tertinggi(atau persepsi dari produk itu sendiri mungkin sangat positif), mereka walau bagaimanapun juga menolak membawa produk yang di buat di Jepang ke rumah mereka.

Orang Amerika umumnya dapat menerima produk-produk yang di buat oleh negara lain. Meskipun pada akhir dasawarsa 80an ada konsumen yang lebih menyukai Honda yang di buat di Jepang daripada model yang sama tetapi di buat di USA, tetapi saat ini umumnya mereka bersikap asal itu Honda, tidak masalah dimanapun produk itu di buat.

Analisis Konsumen secara Lintas Budaya

Untuk menentukan bagaimana memasuki pasar di luar negeri, pelaku pasar perlu mengadakan suatu bentuk analisis konsumen secara lintas budaya (cross cultural consumer analysis). Analisis konsumen secara lintas budaya ini adalah usaha untuk menentukan derajat persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih negara. Analisis tersebut dapat menyediakan pemahaman terhadap karakteristik psikologis, sosial, dan budaya konsumen yang menjadi target bagi pelaku pasar, sehingga mereka dapat mendesain strategi pemasaran yang efektif.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN INDIVIDU

Pemahaman mengenai persamaan dan perbedaan yang ada pada negara – negara sangat penting bagi pelaku pasar multinasional yang harus menyusun strategi yang tepat untuk meraih konsumen di suatu negara yang spesifik. Semakin banyak persamaan antara satu negara dengan negara lain, maka pelaku pasar juga cenderung memakai strategi pemasaran yang hampir sama.

Sedangkan jika kepercayaan, nilai, dan adat istiadat dari target negara – negara jauh berbeda; maka strategi pemasaran yang lebih spesifik diterapkan. Produk yang sama dapat mempunyai makna yang berbeda di tiap negara. Misalnya strategi pemasaran di Indonesia yang berbudaya kolektif, dengan extended family, dan masih menjunjung adat istiadat akan berbeda dengan strategi pemasaran di Amerika Serikat yang berbudaya individualis, dengan nuclear family, dan terbuka terhadap perubahan. Peraturan dan kebijakan yang berbeda menuntut pelaku pasar untuk berhati – hati dalam mendesain suatu strategi.

Efek Waktu (Time Effects)

Saat akan memulai usaha baru di suatu negara, yang harus dipertimbangkan adalah pace of life (ritme hidup) yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pace of Life dapat diartikan sebagai seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu aktivitas. Penelitian terhadap pace of life di 31 negara yang mengukur lama jalan kaki sejauh 60 kaki, lama petugas pos mengerjakan pembelian perangko, dan keakuratan jam publik menemukan bahwa Indonesia berada di urutan ke-30. Pace of life tercepat ditempat oleh Switzerland dan yang terlambat diduduki Mexico. Strategi pemasaran di negara – negara tersebut harus disesuaikan. Misalnya restoran Pizza Hut di Switzerland harus menyiapkan sajian jauh lebih cepat dibanding di Indonesia.

PERTUMBUHAN GLOBAL KELAS MENENGAH

Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di negara berkembang menarik perhatian banyak pelaku pasar global yang sedang mengidentifikasi konsumen baru untuk produk mereka. Masyarakat secara global terutama di Amerika Selatan, Asia, dan Eropa Timur dengan pendapatan per kapita $ 5000 dapat dianggap sebagai kelas menengah. Masyarakat kelas menengah mempunyai kemampuan untuk membeli yang (buying power) yang cukup besar. Misalnya kelas menengah di Cina merupakan target pasar untuk TV dan komputer.

AKULTURASI ADALAH SUDUT PANDANG PENJUALAN YANG PENTING

Banyak pelaku pasar bermaksud melakukan perluasan internasional dengan melakukan strategi yang salah dengan percaya bila sebuah produk disukai oleh konsumen local atau domestik, kemudian semua orang akan menyukainya. Sudut pandang yang bias ini meningkatkan kemungkinan kegagalan penjualan jadi menyebar. Untuk mengatasi pandangan yang sempit dan myopic culturally, pelaku pasar harus melakukan acculturation process. Mereka harus mempelajari yang relevan tentang kegunaan dan penggunaan potensial produk mereka di negara-negara asing yang menjadi target pemasaran.

Akulturasi lintas budaya adalah proses ganda (dual process) untuk penjual. Pertama, penjual harus mengenalkan dengan seksama diri mereka nilai-nilai (values), kepercayaan (beliefs), dan adat istiadat (customs) dari masyarakat yang baru untuk posisi dan pasar yang tepat bagi produk mereka. Kedua, untuk mendapatkan penerimaan bagi produk baru di masyarakat asing, mereka harus mengembangkan satu strategi yang mendorong anggota masyarakat untuk merubah atau memecahkan tradisi mereka sendiri.

Karakteristik Naluriah dari Analisis Lintas Budaya

Biasanya sulit bagi perusahaan merencanakan bisnis di negara-negara asing untuk menjalankan penelitian lintas budaya konsumen. Misalnya : sulit di negara-negara Islam di Timur Tengah untuk mengadaptasi penelitian pasar gaya Eropa. Contoh ; di Saudi Arabia, tidak diperbolehkan untuk memberhentikan orang di jalan raya, dan perkumpulan tidak dapat dijalankan karena kebanyakan pertemuan terdiri dari 4 atau 5 orang dikeluarkan.

TEKNIK MENGADAKAN PENELITIAN

Dalam Lintas Budaya, beban bertambah terjadi karena bahasa dan penggunaan kata-kata seringkali berbeda dari satu negara ke negara lain. Masalah lain pada penelitian perdagangan internasional menekankan pada skala pengukuran. Di USA, 5 atau 7 poin skala mungkin sesuai, tetapi di negara lain, 10 atau bahkan 20 poin skala, mungkin dibutuhkan. Lebih jauh lagi, fasilitas penelitian pelayanan lewat telepon, tersedia atau tidak tersedia di negara-negara atau wilayah tertentu di dunia.

Untuk menghindari masalah pengukuran penelitian, para peneliti konsumen harus membiasakan diri mereka dengan keterbatasan pelayanan penelitian di negara-negara yang mereka evaluasi sebagai pasar yang potensial dan harus mempelajari bagaimana mendesain penelitian penjualan yang akan menghasilkan data yang berguna. Peneliti harus ingat bahwa perbedaan budaya dapat membuat metodologi penelitian yang “standar” menjadi tidak sesuai.

Strategi Alternatif Multinasional : Global vs Lokal

Beberapa penjual berpendapat bahwa dunia pasar menjadi makin dan semakin mirip dan dibakukannya standar penjualan, oleh karena itu, menjadi makin dapat dikerjakan dengan mudah. Contohnya : Mobil Exxon telah mengeluarkan 150 juta dolar untuk mempromosikan produknya, dan perusahaan menginginkan semua advertisement untuk memiliki pandangan dan perasaan yang sama., tanpa memperhatikan dimana 100 negara di dunia advertisement itu akan muncul. Jelasnya, penjual lain merasa perbedaan antara konsumen dari berbagai negara adalah terlalu jauh untuk mengijinkan strategi penjualan yang baku. Dalam prakteknya, tantangan dasar untuk banyak eksekutif yang merenungkan penjualan multinasional adalah untuk memutuskan apakah menggunakan pembagian kebutuhan dan nilai-nilai (shared needs and values) sebagai strategi segmentasi atau menggunakan rintangan nasional (national borders) sebagai strategi segmentasi.

MENCIPTAKAN SEBUAH MERK DUNIA

Beberapa perusahaan telah menciptakan produk ber-merk dunia yang dihasilkan, dikemas, dan diposisikan dengan cara yang sama tanpa menghiraukan negara di mana produk itu dijual. Penjual produk-produk dengan pasar yang luas menggunakan sebuah world branding strategy. Contohnya ; Gilette, Estee Lauder, Unilever, dan Flat, juga menggunakan periklanan global untuk bermacam-macam produk dan pelayanan.

PEMASARAN GLOBAL YANG ADAPTIVE

Dalam membedakan strategi komunikasi pemasaran yang menekankan pada pesan umum, beberapa perusahaan melakukan strategi yang menyesuaikan iklan mereka dengan nilai-nilai khusus kebudayaan. Mc Donald’s adalah contoh perusahaan yang mencoba untuk melokalisir iklannya di tiap pasar yang mempunyai kebudayaan yang berbeda, dengan cara membuat perusahaan “glocal”. Contohnya, Ronald McDonald telah berganti nama menjadi Donald McDonald di Jepang karena bahasa Jepang tidak mengandung bunyi “R”. Sebagai tambahan, menu McDonald di Jepang telah dilokalisir dengan memasukkan menu sup jagung dan milkshake teh hijau. Di Swedia McDonald’s mengembangkan bungkus baru menggunakan ilustrasi dengan ukiran kayu dan desain yang lembut untuk menarik minat konsumen di negara itu dimana orang di negara itu memiliki cita rasa yang tinggi terhadap makanan dan menyukai kegiatan di luar ruangan. Beberapa perusahaan menggunakan beberapa kombinasi strategi. Misalnya, Unilever, Playtex dan Black & Decker telah menambah strategi global mereka dengan mengesahkan produk mereka secara lokal. Dalam mengambil pendekatan yang adaptif, pembuat iklan global dengan pengetahuan tentang perbedaan kebudayaan dapat membuat pesan tambahan yang efektif untuk menyesuaikan dengan pemasaran lokal.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh advertiser asing di China menemukan bahwa 11 persen perusahaan menggunakan global strategi, 12 persen menggunakan lokal strategi dan hampir 77 persen menggunakan strategi kombinasi. Dari 7 komponen periklanan yang telah dipelajari, bahasa lokal untuk memadukan dengan budaya lokal telah disadari sebagai hal yang paling penting, hal penting lainnya ialah atribut produk lokal, model, warna iklan, humor, background pemandangan, dan musik.

Segmentasi Psikografik Antar Budaya

Terdapat perbedaan sikap atau perilaku yang penting dalam menentukan kepuasan antar konsumer yang memungkinkan munculnya pembagian consumer berdasarkan perbedaan kultur. Beberapa perusahaan mungkin mendirikan strategi global branding, sedangkan perusahaan lainnya dibentuk dengan strategi individual/local marketing.

Penelitian di Amerika Utara dan Selatan, Asia, dan Eropa tentang nilai dasar motivasi yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku menghasilkan 6 kelompok global values market segments, yaitu :

  1. strivers: menyukai kekayaan, status, ambisi, dan kekuasaan. Mereka berpikir bahwa persoalan material adalah sesuatu yang sangat penting.
  2. devouts: mempunyai nilai-nilai tradisional seperti keyakinan, kewajiban, kepatuhan, menghormati yang lebih tua. sedikit tergabung dengan media dan tidak terlalu menyukai produk luar, khususnya di Afrika dan Asia Tengah dan Timur.
  3. altruists : ekstroversion, suka masalah-masalah social dan penyebabnya. Biasanya berpendidikan baik, usia-usia lebih tua (antara umur 44), dan kebanyakan wanita. (Rusia dan Amerika Latin)
  4. intimates : “people-people”, focus pada hubungan yang akrab, bersahabat, kekeluargaan. Terdapat di England, Hungary, Belanda, dan US.
  5. fun seekers : grup paling muda, menyukai sesuatu yang menarik, petualangan, kesenangan, terlihat menarik, menghabiskan waktu di bar dan restoran. Suka akan media elektronik, gaya hidup global khususnya musik.
  6. creatives : menyukai teknologi, pengetahuan, dan belajar, consumer terbesar pada media seperti buku, majalah, dan Koran. Menyukai barang yang menggunakan PC dan surfing di web.

Kesalahan Marketing : Kegagalan dalam Mengerti Perbedaan

Banyak marketers yang dalam market internasional yang tidak tahu apakah produk, pendekatan promosi, aturan harga, atau saluran eceran yang efektif di satu negara dan di negara lain serta mencoba menentukan perubahan spesifik apa yang harus dilakukan untuk setiap pasar asing.

MASALAH PRODUK

Marketers internasional seringnya menolak untuk memodifikasi produknya untuk memenuhi keinginan budaya lokal. Marketers Amerika yang menjual produk makanan di Jepang seringnya menemukan kesulitan yang akhirnya mengharuskan mereka mengubah karakteristik asal produknya. Contoh lain, perusahaan besar cereal, Kellogg, berusaha menghindari berbagai ’jebakan budaya’ yang berhubungan dengan pasar makanan yang cross culture dalam ekspansi internasionalnya. Sudah dipelajari dengan hati-hati perbedaan antara orang irlandia yang mengkonsumsi cereal paling banyak dengan orang Perancis, Italia, dan Yunani yang sarapannya tidak memasukkan cereal.

Untuk mengatasi masalah ’jebakan budaya’ seperti itu maka marketers harus memastikan dengan teliti apakah karakteristik fisik produk mereka bisa diterima di pasar baru atau tidak. Warna juga merupakan variabel yang penting dalam pasar internasional, karena satu warna yang sama sering memiliki arti yang berbeda di budaya-budaya yang berbeda. Contohnya : warna biru di Belanda artinya hangat, di Iran berarti kematian, di Swedia berkonotasi dingin, di India berarti kemurnian. Hal ini menjadi penting karena warna produk dan kemasan harus memberikan arti yang tepat di negara dimana produk tersebut dipasarkan.

MASALAH PROMOSI

Ketika berkomunikasi dengan konsumer di berbagai negara, pesan promosi harus konsisten dengan bahasa dan budaya yang tepat dengan target masyarakatnya. Contohnya : perusahaan 7-up sukses dengan tema ’uncola’ di pasar US, menjadi tidak tepat bagi banyak pasar asing karena hal itu tidak dialihbahasakan dengan baik dengan bahasa setempat. Belajar kesalahan dengan lebih cepat, perusahaan multinasional seperti P&G dan Ford sekarang bekerja keras menjadi reseptif pada nilai dan rasa yang khusus pada pasar lokal. Tindakan cepatnya adalah menarik sponsorshipnya pada program tv di beberapa negara ketika seks dan kekerasan pada tv show tersebut dinilai terlalu keras/berat.

Nama produk dan kalimat promosi juga bisa menyebabkan suatu masalah bagi marketers internasional. Kata ’clock’ di Cina terdengar seperti kata ’kematian’. Chevrolet nova tidak terjual dengan baik di Amerika Latin karena di Spanyol kata nova berarti ’tidak berlari’.

MASALAH HARGA DAN DISTRIBUSI

Marketers internasional harus menyesuaikan peraturan harga dan ditribusi mereka dengan kondisi ekonomi dan tradisi lokal. Sebagai contoh di banyak negara berkembang, produk ukuran kecil sering menjadi keharusan karena konsumer tidak dapat mengeluarkan biaya yang banyak untuk ukuran yang lebih besar yang lebih populer di US dan negara kaya lainnya. Juga harus diingat bahwa pandangan Amerika dengan ’harga murah’ bisa dipandang tidak sama di negara lain. Contoh : US fastfood franchises yang beroperasi di Mexico seperti McDonald, Burger King, Wendy’s dinilai fastfood kelas mahal di Mexico.

Sistem distribusi tradisional Jepang berbeda dengan sistem di US, hubungan yang kompleks terjadi antara perusahaan manufaktur Jepang , distributor, dan retailernya. Contoh : membutuhkan waktu selama 24 tahun bagi Jepang dari saat US mengenalkan ’apples’ nya sampai ’apples’ tersebut benar-benar mencapai pasar saat konsumer Jepang bisa membelinya. Karena itu, marketers harus dapat membedakan saluran distribusi mereka di berbagai bangsa.

KESIMPULAN

Dengan banyaknya perbedaan sekarang antara sesama penduduk di sebuah negara mudah untuk mengerti bahwa perbedaan yang besar mungkin terjadi di antara penduduk dari negara yang berbeda, mempunyai budaya, value, kepercayaan, dan bahasa yang berbeda. Jika pemasaran internasional adalah untuk memuaskan kebutuhan konsumen, mereka harus mengerti persamaan dan perbedaan yang relevan yang ada di antara orang-orang di negara target mereka.

Ketika konsumen membuat keputusan pembelian, mereka tampak menyadari negara-negara asli tempat barang yang mereka beli dihasilkan. Konsumen seringkali punya perlakuan khusus atau bahkan preferensi untuk produk yang dibuat di negara tertentu. Efek negara-asli ini mempengaruhi bagaimana konsumen menilai kualitas dan terkadang merek yang pada akhirnya mereka pilih.

Untuk beberapa pedagang internasional, akulturasi adalah dual process. Beberapa masalah yang terjadi dalam analisis lintas budaya terdiri dari perbedaan bahasa, pola konsumsi, kebutuhan, penggunaan produk, kondisi social ekonomi, kondisi pemasaran, dan kesempatan penelitian pasar. Ada kebutuhan mendesak untuk analisis lintas budaya yang konseptual dan sistematis dalam karakteristik psikologi, social, dan budaya mengenai kebiasaan mengkonsumsi dari konsumen asing. Analisis ini akan mengidentifikasi meningkatnya kesempatan pemasaran yang akan menguntungkan pedagang internasional dan konsumen target mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Schiffman Phillip & Kotter. 2004. Consumer Behavior. New Jersey : Prentice Hall.

http://wangmuba.com/2009/04/21/perilaku-konsumen-lintas-budaya-sebuah-tinjauan-internasional/
Readmore »