Jumat, 12 Maret 2010

TUGAS IV Tulisan Ilmiah Populer

Nama : Nur Anisa Eka Utami
Npm : 10207810
Kelas : 3EA01
Mata KuL. : Bahasa Indonesia 2 ( softskill )

BAB I
Pendahuluan

Bermahasiswa yang baik dan benar

1.1 Latar Belakang

Menjadi mahasiswa bukan untuk menaikkan status sosial atau untuk tujuan-tujuan lain, melainkan untuk belajar lebih banyak dan lebih intens sebagai bekal menghadapi masa depan bangsa. Sesuai konsepsi kemahasiswaan, mahasiswa adalah insan akademis. Karena itu mahasiswa memiliki tanggung jawab intelektual kepada masyarakat yang ikut mensubsidi biaya kehidupan akademis mahasiswa dari baru diterima hingga lulusnya menjadi seorang sarjana melalui pembayaran pajak. Karena itu mahasiswa perlu menjadi mahasiswa yang benar-benar berjiwa mahasiswa. Salah satunya adalah memiliki kultur ilmiah dalam berkehidupan sehari-hari. Untuk merumuskan pengembangan kultur ilmiah dalam bahasa yang lebih sederhana dan generik dengan bermacam displin ilmu, salah satunya adalah dengan menumbuhkan budaya membaca, menulis, dan berdiskusi.
Belajar di perguruan tinggi merupakan pilihan strategik untuk mencapai tujuan individual bagi mereka yang menyatakan diri untuk belajar melalui jalur formal tersebut. Kesenjangan persepsi dan pemahaman penyelenggara pendidikan, dosen dan mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi dapat menyebabkan proses belajar bersifat disfungsional. Masih banyak diantara mahasiswa belum menyadari dengan baik untuk apa sebenarnya dia menjadi mahasiswa.

1.2 Perumusan Masalah

Semua tempat adalah sekolah dan semua waktu adalah belajar. Demikian kesimpulan provakatif tokoh-tokoh besar demokratisasi pendidikan yang selama ini digaungkan. Menjadi mahasiswa, mengkonsekuensikan proses pembelajaran yang mesti dijalani, sebagai syarat sosial untuk menyandang predikat tersebut. Artinya, bukan mahasiswa kalau tidak belajar.
Tidak banyak mahasiswa yang mengetahui dan memahami bagaimana menjadi mahasiswa yang baik dan benar sewaktu berkuliah, dan untuk apa sebenarnya mereka berkuliah ? yang pada akhirnya akan memiliki gelar sarjana.jika seorang mahasiswa memahami maksud dan tujuan untuk apa berkuliah maka hal yang perlu dilakukan adalah berpikir dan memperhitungkan dengan teliti apa yang harus dilakukan sewakyu menjadi mahasiswa.
seorang mahasiswa haruslah memiliki pola pikiran yang baikagar bisa mengembangkan potensi diri yang dimiliki dan menjadikan kuliah sebagai langkah awal untuk meraih kesuksesandi kemudian hari.dengan memanfaatkan kesempatan yang telah ada seorang mahasiswa harus bisa mengikuti aturan perkuliahan yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi tersebut,serta memberikan contoh yang baik lepada generasi-generasi yang berikutnya.

BAB II
Motivasi masuk perguruan tinggi

2.1 Untuk memperoleh status sosial yang tinggi

Menurut Max Weber (1978), status dapat berarti sebuah klaim yang efektif bagi penghargaan sosial yang berkenaan dengan privileges positif atau negatif; yang secara tipikal didasarkan pada:
(a) gaya hidup
(b) pendidikan formal
(c) warisan turun-temurun atau prestise pekerjaan. Dalam pandangan sosiologis ini terlihat bahwa status di dalamnya inheren terdapat pengakuan atau keinginan untuk diakui oleh orang lain atau masyarakat sehingga bisa memperoleh privileges, bentuk-bentuk hak istimewa atau perlakuan khusus dan fasilitas kemudahan dalam akses sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Dari perspektif ini bisa dipahami mengapa banyak orang yang begitu silap dan ambisius untuk memiliki gelar akademik atau kesarjanaan, meskipun tidak melalui jalur pendidikan tinggi yang resmi dan formal. gelar akademik yang diraih oleh seseorang secara legal dan prosedural termasuk kategori status yang diusahakan atau diperoleh karena upaya dan proses pendidikan formal yang telah rampung dijalaninya.
Dalam bahasanya Donald J Treiman, status seperti ini disebutnya sebagai status attainment, yakni suatu proses yang harus dilalui setiap individu dalam meraih kedudukan dalam stratifikasi sistem sosial di masyarakat. Dalam stratifikasi sosial seperti ini, maka pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan menjadi faktor-faktor kunci yang menentukan. Status sosial yang diperoleh atau diusahakan melalui kerja dan proses tadi, umpamanya melalui sistem pendidikan formal, itu berbeda dengan status dan gelar yang bersifat warisan atau karena faktor keturunan (ascribed; status).

2.2 Untuk menghindari menjadi penganggur

Menjadi sesuatu hal yang sangat tidak di inginkan oleh siapapun, apalagi saat sekarang ini persaingan begitu ketat kalau hanya mengandalkan ijazah sma orang-orang tidak akan melirik sedikitpun karena mereka lebih mengutamakan lulusan sarjana yang lebih punya taste. Tragis memang karena setiap tahunnya jutaan siswa sma akan lulus dari sekolah masing-masing dan otomatis merubah status dari siswa menjadi mahasiswa bagi siswa yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, bagi yang tidak melanjut maka statusnya berubah menjadi pengangguran yang jelas menambah angka pengangguran yang merupakan termasuk masalah pokok negara yang tak kunjung selesai.
Dengan menjadi mahasiswa kita sedikit mengurangi beban pemerintah yaitu tidak menambah angka pengangguran, namun justru menambah sumber daya manusia untuk bisa di gunakan untuk memperjuangkan bangsa ini ke depan.Jadi kita kuliah bukan hanya ajang untuk meraih gelar tapi juga ajang untuk membantu beban negara untuk tidak menambah angka pengangguran yang setiap tahunnya terus bertambah. Jadi untuk mencegah menjadi pengangguran salah satu tindakan tercepat adalah kuliah.
Salah satu hal yang membuat potensi pengangguran ini begitu tinggi adalah adanya kebijakan pemerintah yang hanya berusaha menyelamatkan sektor industri tanpa
memberi perlindungan terhadap para pekerja. Sektor yang paling banyak berpotensi menghasilkan pengangguran adalah perkebunan kelapa sawit, industri garmen dan TPT, alas kaki hingga mebel. Untuk menghindari gejolak sosial ini, masyarakat harus mendorong supaya pemerintah juga memberi jaminan tidak akan terjadi PHK ataupun memberi sanksi tegas terhadap pengusaha yang menggunakan kesempatan krisis ini untuk melakukan pengurangan pekerja.

2.3 Untuk mengembangkan kemampuan diri

Mendapat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.00 mungkin impian bagi setiap mahasiswa. Harapan saat lulus kuliah mendapat IPK tinggi dengan masa kuliah yang pendek sangat menjadi idaman. Itu dari sisi jika kita berada pada posisi sebagai mahasiswa. Apa yang terjadi jika impian itu kandas ditengah semester berjalan. Mahasiswa, dosen, juga manusia biasa. Ada batas dan kemampuan untuk bisa mencapai semua impian tersebut. Ada yang harus diperhatikan, yaitu “Self-esteem & self-concept“, dimensi pengembangan diri pada mahasiswa dan dosen sangat diperlukan. Fungsi dosen wali memang diperlukan disini, apa fungsi utama dosen wali?
Membimbing dan mengarahkan kemana arah dan tujuan mahsiswa agar cepat bisa menyelesaikan kuliah dengan tepat waktu dan mendapat IPK yang memenuhi standar kelulusan.Walaupun tidak hanya IPK besar dan lulus tepat waktu. Kejadian yang pernah saya cermati tidak selamanya mahasiswa dengan IPK besar dan tepat waktu mengalami waktu tunggu untuk mendapat pekerjaan pendek, malah mahasiswa dengan IPK yang standar antar 2,4 sampai 2,8 bisa lebih cepat mendapat kerja. Lalu ada apa dibalik ini semua? Mengapa mahasiswa yang lebih pintar kadang waktu tunggu mendapat kerja lebih lama dibanding dengan mahasiswa yang biasa-biasa saja? Jika anda seorang mahasiswa, hindari pikiran “lebih baik biasa-biasa saja kuliah, toh yang pinter juga lama dapet kerjanya” bukan itu maksudnya. IPK besar dan kuliah tept waktu tetap bagus, hal ini diperlukan sebagai penilian pertama bagaimana kemampuan intelektual seseorang.

Apa yang perlu dikembangkan pada diri mahasiswa?

1. Tingkat aspirasi mahasiswa
Mahasiswa artinya siswa dewasa, mereka memiliki aspirasi sendiri untuk bisa belajar dengan caranya sendiri. Dosen hanya mendukung saat mahasiswa sudah mulai keluar jalur. Biarakan pola belajar dikembangkan oleh mahasiswa sendiri. Tidak sedikit juga dosen merasa dirinya lebih pintar kemudian menularkan pola belajarnya saat masih menjadi mahasiswa kepada mahasiswa bimbingannya. Kalau ilmu yang diturunkan tidak masalah, akan tetapi pola belajar biarkan mahasiswa yang menentukan. Tekankan pada mahasiswa untuk tanggung jawab terhadap kuliahnya sendiri dan mengembangkan potensi-potensi akademiknya. Artinya jika dia salah di semester awal, maka akan berakibat buruk diakhir semester bahkan akan berdampak mendapat gelar MA ( Mahasiswa Abadi

2. Hilangkan Keraguan
Kegelisahan atau keraguan mencerminkan pola perilaku dan persepsi yang terkait dengan ketidakstabilan emosional, kurangnya objektivitas dan meng-hiperbolik kesulitan tentang tes dan menjaga harga diri dalam kaitannya dengan prestasi akademis. Dosen wajib menekankan bahwa semua mata kuliah itu mudah dan bisa ditempuh dengan dengan baik. Mahasiswa harus pula berpikir sanggup menyelesaikan mata kuliah yang diambil dengan nilai baik. Intinya kesulitan bisa diatasi, mata kuliah susah buat jadi mudah, dosen “killer” tidak masalah toh dosen juga manusia biasa bukan dewa.
3. Mengarahkan sesuai Minat Bidang Kajian dan Kepuasan diri
Hal ini akan menunjukkan tingkat motivasi internal dalam diri mahasiswa, melibatkan cinta belajar demi dirinya sendiri, yang diperoleh oleh para mahasiswa melakukan pekerjaan akademik dan dalam mempelajari mata kuliah baru. Tidak sedikit mahasiswa merasa minder bahkan tidak percaya diri saat masuk dalam dunia kerja tidak bisa apa-apa. Hal ini disebabkan dosen kurang mengarahkan kemana minat mahasiswa dan mahasiswapun kurang mau mengembakan dirinya.
4. Keempat Latih Kepemimpinan dan Inisiatif
Hal ini akan tercermin ketika seorang mahasiswa menunjukkan penguasaan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk membantu dan memberikan bimbingan kepada orang lain, dan bangga tanpa layar atau tameng kesombongan dalam kemampuan melakukan pekerjaan dengan cepat dan baik. Hal sederhana adalah arahkan mahasiswa untuk BERTANGGUNG JAWAB terhadap rencana studinya. Tanamkan bahwa jika dia gagal, maka tidak sedikit orang-orang yang dikecewakan jika dia tidak konsekuen menjalankan rencana studinya. Orang tua, adik, kakak, saudara, teman, atau mungkin saja kekasihnya akan kecewa jika dia gagal dalam studi.
5. Alienasi
adalah sejauh mana mahasiswa merasa diterima oleh civitas akademik dan dihormati oleh para dosen serta rekan-rekan untuk pribadinya sendiri nilai dan integritas sebagai lawan dari perasaan terisolasi atau ditolak oleh lingkungan civitas akademik. Artinya pengakuan dari lingkungan sekitar kehidupan mahasiswa sehari-hari, maka bagi para dosen berusahalah bersikap adil. Jangan menganggap remeh kemampuan mahasiswa yang biasa-biasa pertasi akademiknya. Dibalik kekurangan prestasi akademik mahasiswa pasti masih memiliki potensi besar yang melekat dalam dirinya. Kalau mahasiswa pandai sudah pasti akan lebih mudah mendapat pengakuan dari pra dosen dan teman-temannya. Nah kalau begitu bagaimana nasib MaSaKom? Mahasiswa Satu Koma (mahasiswa dengan IPK Satu Koma Alhamdulillah) apakah tidak punya potensi? belum tentu, kadang dosen harus bertindak ekstra untuk bisa membuat mahasiswa MaSaKom menjadi MaDu KomPas (Mahasiswa Dua Koma Pas untuk lulus) dan meningkatkan menjadi mahasiswa Tiga Koma.

BAB III
Karakteristik perguruan tinggi

3.1 Antara perguruan tinggi dengan sekolah lanjutan
Diperguruan tinggi kita belajarnya lebih fokus yaitu kita lebih banyak belajar sesuai dengan bidang studi yang kita ambil dari awalnya, makanya kita di suruh untuk memikirkan lebih awal tentang jurusan yang kita ambil dengan matang-matang agar tidak menyesal kelak di kemudian hari. Karena banyak sarjana yang tidak bisa menyalurkan ilmunya karena dia tidak tahu akan ilmu yang ia pelajari karena salah jurusan.
Sekolah lanjutan merupakan merupakan sekolah yang memberikan pendidikan mata pelajaran yang bersifat dasar,berbeda dengan perguruan tinggi yang pendidikannya lebih mengarah kejuruan. Di sekolah lanjutan kita masih diperhatikan oleh guru kita, baik itu pr tidak dikerjakan, blus tidak dimasukin, nilai kita selalu jeblok. Guru masih tetap memberikan pengarahan, berbeda dengan perguruan tinggi tugas tidak selesai, tidak pernah hadir, sudah tidak di perdulikan sama dosen karena kita di anggap sudah dewasa dan ahu apa yang seharusnya kita perbuat.

3.2 Perguruan tinggi sebagai simbol peradaban bangsa

Pendidikan merupakan parameter yang mutlak untuk melihat kemajuan suatu bangsa dan peradaban. Kita telah mengenal peradaban-peradaban bangsa dari peradaban zaman purba, peradaban Timur Tengah dan peradaban dunia modern. Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan: Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi.
Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut pengalaman masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keahlian, dan menanamkan sikap modern para individu yang diperlukan dalam proses pembangunan.
Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan. Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human lnvestmen, yang menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi dalam bidang fisik.
Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma Sosialisasi melihat peranan pendidikan dalam pembangunan adalah:
a) mengembangkan kompetensi individu
b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan
c) secara urnum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Paradigma pendidikan lnput-Proses-Output, telah menjadikan sekolah bagaikan proses produksi. Murid diperlakukan bagaikan raw-input dalam suatu pabrik. Guru, kurikulum, dan fasilitas diperlakukan sebagai instrumental input. Jika raw-input dan instrumental input baik, maka akan menghasilkan proses yang baik dan akhirnya baik pula produkyang dihasilkan. Kelemahan paradigma pendidikan tersebut nampak jelas, yakni dunia pendidikan diperlakukan sebagai sistem yang bersifat mekanik yang perbaikannya bisa bersifat partial, bagian mana yang dianggap tidak baik. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh dari realitas dan salah. Implikasinya, sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan pada paradigma pendidikan yang keliru cenderung tidak akan sesuai dengan realitas. Paradigma pendidikan tersebut di atas tidak pernah melihat pendidikan sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik yang merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat secara totalitas.
Perguruan tinggi adalah penelitian ilmiah yang merupak misi dari perguruan tinggi tersebut yaitu dharma kedua dari dharma perguruan tinggi. Yang dimaksud penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah bersifat Objektif dalam menentukan kebenaran dan menyelesaikan permasalahan dalam ilmu pengetahuan teknologi serta kesenian
Sebagai simbol peradaban bangsa perguruan tinggi memiliki kebudayaan akademik yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang teramat cepat. Yaitu kebudayaan yang ilmu pengetahuannya memungkinkan manusia untuk mengandalkan alam.Sebagai perguruan tinggi ilmu pengetahuan memegang peranan penting dalam mengembangkan teknologi dalam menentukan kebijaksanaannya untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat memperkaya kebudayaan
Ilmuan perguruan tinggi memiliki tugas :
1. Menyiapkan peserta didik ( mahasiswa ) menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau propisional dan dapat menerapkan / mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan teknologi
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai peradapan bangsa
Sebagai peradapan bangsa perguruan tinggi memiliki pandangan hidup pancasila yang mengupayakan mewujutkan sumberdaya Intelektual yang bermoral ketuhanan dan kemanusiaan.

BAB IV
Mahasiswa yang Ideal

Mahasiswa merupakan icon bagi setiap moment perubahan kebijakan di kampus. Bahkan pernah dikatakan bahwa mahasiswa merupakan agen of change dan iron stock bagi masa depan. Inilah makna sebenarnya ”mahasiswa” sebagai kaum intelek dan kritis. Sehingga paradigma ini menuntut setiap mahasiswa untuk aktif dalam setiap moment di kampus dan bahkan sampai di tingkat negara. Mengapa paradigma ini perlu ? jika mahasiswa cuek terhadap perkembangan suatu kebijakan kampus ataupun negara dan jika kebijakan tersebut ternyata menyengsarakan (merugikan) rakyat, truss... siapa yang akan melakukan penentangan dan pengkritisan ? Orang miskin, tukang becak atau para pengusaha ? Jarang !!. Mahasiswa ideal adalah mahasiswa yang memiliki paradigma komperhensif terhadap kehidupan pribadi, sosial dan negara, bahkan dunia. Mahasiswa sebagai kaum intelek selalu kritis terhadap segala perkembangan yang terjadi di lingkungannya tanapa melupakan kebutuhan pribadinya, seperti kuliah, dll.Namun, terkadang akan ada benturan antara kepentingan pribadi dan sosial. Dan Mahasiswa Ideal cenderung mengutamakan kepentingan sosial dibanding kepentingan pribadi. Ini prinsip yang harus dipegang oleh mahasiswa.

4.1 Selalu melatih diri dalam keterampilan memimpin

Saat ini di seluruh dunia termasuk negara-negara maju sedang menghadapi fenomena peningkatan jumlah pengangguran (jobless growth phenomenon). Pertumbuhan ekonomi dan industri yang terjadi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan tekhnologi mesin yang dianggap jauh lebih efisien untuk menggantikan peran manusia. Hal ini tentu saja menjadikan persaingan dalam mencari pekerjaan di masa datang akan semakin ketat, apalagi dengan adanya globalisasi di mana tidak ada lagi penghalang dalam mendapatkan pekerjaan selain kompetensi yang disyaratkan.Masa depan membutuhkan pribadi-pribadi berjiwa kepemimpinan yang dapat mendorong dan menciptakan perubahan (drive to change), bukannya yang hanya dapat mengikuti perkembangan (drive by change), apalagi yang anti perubahan (resist to change) (Harsiwi, 2003). Kemampuan untuk menjadi agent of change inilah salah satu hal yang merupakan kelebihan manusia dari mesin-mesin teknologi. Agar dapat memenuhi hal tersebut sudah seharusnya setiap mahasiswa yang diharapkan nantinya dapat berperan sebagai pelaku utama di masa depan harus sudah membuat target dan persiapan matang untuk mencapainya. Sebagaimana dikatakan oleh Wiranto Arismunandar (2003) bahwa dengan memiliki target dari awal mereka akan memahami dan bersungguh-sungguh dengan motivasi yang tinggi mendapatkan kemampuan dan keterampilan yang perlu dimiliki. Walaupun seiring dengan perjalanan waktu nantinya akan sangat mungkin terjadi perubahan dalam keinginan dan cita-citanya tersebut. Hal ini sangat wajar dan manusiawi terjadi sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan. Untuk menghasilkan sesuatu yang sempurna memang adalah hal yang tidak mungkin. Manusia hanya dapat terus-menerus berusaha melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik. Sebagaimana ditulis oleh Hersey dan Blanchard (1982) yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditampilkan ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang lain seperti yang dipersepsikan oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut. Oleh karena itu segala sesuatu yang menyangkut kepemimpinan secara khusus dan masalah kepribadian secara umum merupakan hal yang lebih membutuhkan contoh dibanding teori. Individu yang dididik sudah pasti akan melihat kepada pendidikan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Mahasiswa yang baik dan benar adalah mahasiswa yang memiliki nilai dan norma sesuai system yang berlaku mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tatacara hidup bangsa. Mahasiswa yang baik juga harus meiliki peranan pembeda antara manfaat dan kerusakan agar tidak terexspresikan melalui korupsi, kolusi dan orasi nilai –nilai moral.Dari sumber diperoleh khususnya di perguruan tinggi yang menyelenggarakan tridharma.
Setiap manusia Memiliki keperibadian yang berbeda-beda ,untuk menjadi seorang mahasiswa yang baik Sangat dibutuhkan semangat, minat, cita-cita oleh seorang mahasiswa. Mahasiswa merupakan harapan besar bagi bangsa dan negaranya, untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dilakukannya. Seseorang yang mempuyai pendidikan yang baik berbeda cara berpikirnya dari orang yang hanya tamatan sma.
Jadi secara umum mahasiswa memiliki peranan yang kuat untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan, begitu juga perguruan tinggi harus kompetitif untuk menciptakan mahasiswa –mahasiswa yang mempunyai potensi untuk memajukan bangsa.

5.1 saran
Sebagai mahasiswa yang baik dan benar harus patuh dan taat kepada Tuhan, orang tua dosen bangsa dan negara, selain itu juga mahasiswa harus mamiliki prilaku, nilai norma sesuai system yang berlaku sehingga mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa, di samping itu juga sebagai manusia yang baik dan benar harus memiliki pandangan jauh kedepan membutuhkan kemampuan oleh pikir yang komprohensif dan kreatif sehingga secara realistik dapat menentukan sasaran dan tujuan yang hendak di capai dalam kurun waktu tartentu, tanpa penelitian dan pandangan seperti ini, tanpa mencapai hasil kemajuan yang cukup berarti.Oleh karna itu mahasiswa adalah agen pembaharuan yang utama bagi kemajuan negaranya.
Readmore »

TUGAS II Contoh Paragraf yang memperlihatkan pola pengembangan : a)Generalisasi b)Analogi c) Hubungan Kausal

Nama : Nur Anisa Eka Utami
Npm : 10207810
Kelas : 3EA01
Mata KuL. : Bahasa Indonesia 2 ( softskill )

a) Generalisasi

Dari hasil penelitian Dr. Judith Rodin disimpulkan bahwa gula yang terdapat di dalam buab-buaban yang disebut ftuktosa dapat menghilangkan rasa lapar, scdangkaa glukosa yang biasauya terdapat dalam kue-kue dan permen menambah rasa lapar.
Pada contoh tadi bagian yang dicetak miring merupakan generalisasi yang dikembangkan Judith Rodin berdasarkan hasil penelitiannya. Generalisasi itu selanjutnya dijelaskan dengan contoh yang dikemukakan dalam kalimat-kalimat bcrikutnva. Pernyataan yang merupakan generalisasi biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan: biasanya, pada umumnva, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, selalu, secara kescluruhan, pada galibnya, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam kalimat yang merupakan penunjang generalisasi biasa-nya digunakan ungkapan-ungkapan: misalnya, sebagai contoh, sebagai ilustrasi, untuk menjelaskan hal itu, perlu dijelaskan, sebagai bukti, buktinva, menurut data statistik, dan sebagainya.
Perlu diingat selalu bahwa bukti-bukti atau rincian penunjang harus relevan dcngan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf yang men-cantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.

b) Analogi

Bagaikan badai mengamuk, memorakporandakan segala sesuatu yang ditemui. Rumah-rumah berantakan, pohon-pohon bertumbangan tiada bersisa. Tinggallah akhirnva dataran yang luas dan sunyi dengan puing-puing gedung dan pohon-pohon yang tumbang. Demikianlah penderitaan telah membuatnva hancur luluh tanpa ampun. Rasanya tak ada lagi yang tersisa, kecuali bagan yang hampa rasa, tanpa citra, cipta, dan karya.

Tulisan di atas merupakan contoh analogi deklaratif. Dalam tulisan ini hebatnya penderitaan digambarkan sebagai badai yang menghancur ratakan suatu daerah. Maksudnya tentu saja agar pembaca dapat lebih menghayati bagaimana beratnya penderitaan yang dialami.

c) Hubungan Kausal
seorang siswa SMA menjadi frustrasi karena gagal dalam ujian seleksi. Kegagalan ini disebabkan oleh karena tak sempat menyiapkan diri untuk ujian tersebut. Hal ini terjadi karena ia terpaksa dirawat di rumah sakit selama dua bulan akibat kecelakaan lalu lintas. Mobil yang dikemudikannya menabrak tiang listrik karena ia tertidur ketika mengendarainya.
Dari contoh itu kita lihat bahwa penyebab pertama kegagalan siswa itu ialah "kantuk". Penyebab itu diikuti oleh serangkaian akibat yang masing-masing merupakan penyebab peristiwa lain.Selanjutnya, dalam penalaran akibat ke akibat harus diyakini bahwa ada penyebab umum yang menimbulkan akibat-akibat itu.
Dalam hal ini perhatikan apakah penyebab itu betul-betul merupakan penyebab satu-satunya yang menimbulkan kedua akibat tersebut. Apakah tidak ada penyebab lain yang mungkin juga mcnimbul salah satu atau kedua akibat tersebut? Dari uraian di atas, mungkin diperoleh kesan bahwa hubungan sebab-akibat merupakan suatu hal yang mudah dan jelas. Tetapi di dalam kenyataan tidak begitu sederhana.
Kerap kali terdapat peristiwa-peristiwa sebab akibat yang rumit. Karena itu, seperti telah pernah dikemukakan kita harus berhati-hati dalam menentukannya. Dengan mempelajari proses berpikir yang sah, kita akan dapat menilai, apakah putusan kita tentang suatu sebab-akibat betul-betul merupakan basil proses penalaran yang logis dan tidak dipengaruhi oleh sikap pribadi.
kepercayaan/takhavul, pandangan politik, atau prasangka. Dalam hal ini, ilmu statistika kadang-kadang dapat membantu kita. Tulisan yang memaparkan penalaran dari sebab ke akibat dibuka dengan penalaran penyebabnva dahulu. Sebaliknya tulisan yang memaparkan penalaran dari akibat ke sebab dimulai dengan akibatnya.
Readmore »

TUGAS I Menyusun Sebuah karangan Menulis Adalah Proses Bernalar

Nama : Nur Anisa Eka Utami
Npm : 10207810
Kelas : 3EA01
Mata KuL. : Bahasa Indonesia 2 ( softskill )

Menulis Adalah Proses Bernalar
Menulis merupakan aktivitas yang tidak pernah berhenti dalam hal apapun yang menyangkut dengan pekerjaan , pendidikan , bahkan hiburan. Namun , tidak semua orang menyukai dengan pelajaran menulis . Padahal menulis akan membuka dan menggerakkan wawasan dalam berpikir , bernalar , berinterospeksi , berorientasi , dan yang lainnya untuk mencangkup ilmu atau pengetahuan yang lebih luas lagi.
Mengarang maupun menulis merupakan salah satu bentuk untuk melatih penggunaan tata bahasa yang benar . Jika seseorang tertarik untuk menulis dan mengarang , maka seseorang tersebut akan cepat menyerap dan menangkap suatu ide atau gagasan guna mengembangkan kemampuan proses bernalarnya.Tata bahasa , ejaan , kosakata , dan ragam bahasa merupakan penerapan dari pengetahuan menulis yang akan membentuk sebuah karangan atau wacana dimana menjadi suatu karangan yang logis , koheren dan sistematik. Namun , harus diperhatikan susunan kalimatnya , agar unsur-unsur yang terkandung dalam kalimat menjadi sistematik dan mudah untuk dipahami pembaca.
Pembelajaran menulis harus menggunakan atau didukung oleh kemampuan bahasa seperti ; pilihan bahasa atau kata yang jelas , membaca , dan ide atau gagasan. Sehingga , proses bernalarpun akan mudah dicermati . Dengan demikian , menulis sebagai sarana untuk melatih kemampuan otak , ataupun kegiatan yang sangat menyenangkan seperti menulis puisi . Ini dapat menjadikan latihan yang positif dimana proses pembelajaran dan bernalar untuk melatih daya pikir seseorang bahkan mengembangkan bakat dan wawasannya.
Proses penalaran seperti itu tidak hanya berlaku dalam penulisan. Lebih dari itu, proses penalaran yang memperhatikan ketiga komponen itulah yang disebut bernalar secara logis dan kritis. Tentu, kemampuan itu harus dimiliki oleh semua mahasiswa.Dalam proses pembelajaran, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk mendeskripsikan suatu hal atau sebuah fenomena (kemampuan deskriptif). Level pembelajaran atau berfikir mahasiswa harus melebihi itu, yakni analitis, kritis, bahkan hingga solutif. Level berfikir ini harus diwujudkan dalam setiap aktivitas pembelajaran, baik dalam diskusi maupun dalam penulisan naskah ilmiah.Menulis adalah aktivitas yang dapat melatih kemampuan berfikir logis dan kritis. Apalagi menulis untuk media massa. Selain harus dibangun dengan klaim, argumen, dan data yang logis, (ruang) tulisan juga dibatasi sehingga harus singkat dan padat. Ini tentu dapat mempertajam daya kritis dalam melihat realitas di sekitar kita. Oleh karenanya, saya mengamini rekomendasi Hadziq agar terus berlatih menulis untuk media massa.
Berpikir dan Bernalar

Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dicatat bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperolch kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.
Readmore »